Boni: Demokrasi Larang Rekayasa Pemimpin Tak Berbobot
Tribunnews.com - Kamis, 9 Juni 2011 21:40 WIB
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Boni Hargens menyambut baik pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahwa tak akan mencalonkan istri atau anaknya menjadi calon presiden 2014.
"Kita sambut gembira pernyataan ini seperti ketika presiden pernah berjanji menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran, menjamin keamanan dalam masyarakat, kebebasan dan pluralisme.
Bahwa faktanya, orang miskin dan nganggur bertambah, ruang publik dirusaki oleh kelompok radikal, dan kebebasan sipil masih menjadi masalah substansial," ujar Boni Hargens, dalam surat elektroniknya dari Berlin, Jerman, Kamis (9/6/2011).
Namun demikian, ujar Boni, kita gembira bahwa beliau tak berniat mengembalikan politik demokrasi yang dibangun dengan darah dan nyawa kepada politik dinasti masa lalu. Istri, anak, ipar, besan, dan menantu bisa bergantian berkuasa.
"Tapi hal ini tak juga berarti istri dan anak presiden SBY tak bisa menjadi calon presiden. Tiap orang punya hak yang sama dalam demokrasi. Kita harus akui itu. Tetapi demokrasi bekerja dengan standar dan ukuran yang transparan dan diterima umum," katanya.
Menurut Boni, kualitas dan legitimasi publik adalah ukuran paling mendasar. Yang tidak diperbolehkan dalam demokrasi adalah merekayasa orang yang tak berbobot untuk menduduki jabatan politik penting, entah nasional ataupun internal partai, hanya karena bagian dari keluarga penguasa.
Boni mengatakan, ikatan familial, fraternal, atau kinship bukan determinasi yang demokratis dalam politik. Masalahnya bukan sekedar menghina mereka yang mampu memegang jabatan itu, tetapi lebih serius lagi, membunuh imaginasi publik tentang demokrasi sebagai sistem yang menjamin humanisasi.
"Orang yang tak berbobot dalam kualifikasi politik tentu tak bisa memenuhi ekspektasi atau harapan publik seperti itu," tegas Boni Hargens.
Penulis: Johnson Simanjuntak | Editor: Johnson Simanjuntak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar