Penulis : Akhmad Mustain
Jumat,  10 Juni 2011 01:30 WIB
ANTARA/Prasetyo Utomo/pj 
JAKARTA--MICOM: Pernyataan  Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, terkait istri atau anaknya yang tidak  akan menjadi calon presiden 2014, dinilai sebagai upaya pencitraan  semata.
http://www.mediaindonesia.com/read/2011/06/10/232773/284/1/Janji-Presiden-Yudhoyono-sekadar-Pencitraan
Pandangan itu diungkapkan Pakar Politik UI Boni Hargens di Jakarta,  Kamis (9/6). "Patut kita apresiasi pernyataan presiden tersebut. Namun,  sebelum sampai ke sana, barangkali perlu ada penjelasan yang masuk akal  kenapa selama ini ada anggota keluarga SBY yang memegang jabatan  strategis, baik di pemerintahan dan BUMN," ujar Boni melalui surat  elektronik kepada Media Indonesia.
Satu lagi Boni menyontohkan yakni ketika Presiden pernah berjanji  menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran, menjamin keamanan dalam  masyarakat, kebebasan dan pluralisme. Bahwa faktanya, orang miskin dan  pengangguran bertambah, ruang publik dirusaki oleh kelompok radikal, dan  kebebasan sipil masih menjadi masalah substansial.
"Kita hormat terhadap kehendak baik Presiden SBY untuk tidak  membangun dinasti politik, tetapi apakah komitmen politik dapat diukur  dengan kata-kata? Dengan kata lain, haruskah kita percaya pada Presiden  hanya karena kata-katanya?," ujar Boni yang saat ini sedang menempuh  program doktoral di Jerman.
Namun demikian, publik perlu gembira bahwa SBY tak berniat  mengembalikan politik demokrasi yang dibangun dengan darah dan nyawa  kepada politik dinasti masa lalu. Yakni ketika istri, anak, ipar, besan,  dan menantu bisa bergantian berkuasa.
"Tapi hal ini tak juga berarti istri dan anak Presiden SBY tak bisa  menjadi calon presiden. Tiap orang punya hak yang sama dalam demokrasi.  Kita harus akui itu. Tetapi demokrasi bekerja dengan standar dan ukuran  yang transparan dan diterima umum. Kualitas dan legitimasi publik adalah  ukuran paling mendasar," lanjutnya.
Yang tidak diperbolehkan dalam demokrasi, kata Boni, yakni  merekayasa orang yang tak berbobot untuk menduduki jabatan politik  penting, entah nasional ataupun internal partai, hanya karena bagian  dari keluarga penguasa. Boni mengingatkan publik, bahwa anak bungsu SBY  Edhie Baskoro Yudhoyono ditempatkan sebagai Sekjen Partai Demokrat.
"Ikatan familial, fraternal, atau kindship bukan determinasi yang  demokratis dalam politik. Masalahnya bukan sekadar menghina mereka yang  mampu memegang jabatan itu, tetapi lebih serius lagi, membunuh imaginasi  publik tentang demokrasi sebagai sistem yang menjamin humanisasi,"  ujarnya.
Takutnya, ujar Boni, pernyataan SBY tersebut hanya sebagai  pencitraan, untuk mengangkat memori publik terhadap Presiden, ketika  dalam pemilu-pemilu selanjutnya akan menjadi modal politik bagi anggota  keluarganya untuk maju.
"Kalau yang hebat-hebat terus yang dibicarakan, ada proses  hebatisasi di alam bawah sadar, sehingga semua yang tak becus juga bisa  dianggap hebat. Modal pencitraan, yang sangat kontras dengan pemimpin  Orde Baru, yang banyak melibatkan anggota keluarganya dalam segala aspek  pemerintahan," tegas Boni. (Mad/OL-2) 
http://www.mediaindonesia.com/read/2011/06/10/232773/284/1/Janji-Presiden-Yudhoyono-sekadar-Pencitraan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar