21 Oktober, 2010

Politik Keamanan Makin “Kedodoran”

Rabu, 13 Oktober 2010 13:25
Satu Tahun Mendagri

Politik Keamanan Makin “Kedodoran”

Jakarta - Satu minggu lagi, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono beserta Kabinet Indonesia Bersatu jilid II-nya akan genap berusia satu tahun. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai salah satu kementerian utama dalam pemerintahan telah mendapat banyak sorotan.

Gamawan Fauzi sebagai Menteri Dalam Negeri me­ng­akui, jika posisinya sebagai Mendagri dan semua menteri yang tergabung dalam KIB II kemungkinan bisa terkena reshuffle (perombakan) ka­binet.
Pasalnya, ketika akan mulai bekerja sebagai pembantu presiden, semua menteri diminta menandatangani kontrak kinerja dengan klausul bersedia diganti jika hasil evaluasi menunjukkan kinerjanya tidak memenuhi syarat dan tidak sesuai dengan kontrak kerja.
Namun demikian, Gamawan tetap percaya diri. Dia mengaku tidak pernah berpikir tentang perombakan kabinet, sekalipun wacana di luar tentang itu berembus kencang. Hingga kini, dia meng­anggap kinerjanya telah mencapai target. “Misalnya, untuk Kemendagri, dalam satu tahun ada target 1.000 perda bermasalah yang harus diselesaikan, kita berhasil menyelesaikan itu, bahkan lebih,” katanya.
Selain itu, Kemendagri telah berhasil menyelesaikan desain besar (grand design) penataan daerah dan KTP elektronik. Desain besar lainnya menyangkut Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK), Rancangan Peraturan Pemerintah (PP) tentang peran masyarakat dalam penataan ruang sesuai amanat UU 26/2007. UU ini mengatur tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Penataan Ruang.
Apalagi, evaluasi yang dilakukan Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) memiliki ukuran yang jelas dan diukur secara kuantitatif. Sampai saat ini pun Presiden tidak pernah menyinggung persoalan perombakan kabinet dalam setiap Rapat Kabinet.
Muncul Konflik
Namun, diakui atu tidak, selama setahun ini banyak konflik muncul yang melibatkan Kemendagri. Konflik itu terkait dengan peraturan bersama tentang pendirian tempat ibadah dan SKB tiga menteri tentang ajaran Ahmadiyah. Hingga kini beberapa regulasi yang seharusnya menjadi prioritas belum tuntas. Hasil evaluasi pemerintahan daerah yang tak kunjung diumumkan meng­akibatkan munculnya wacana pro dan kontra.
Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro mengatakan, lemahnya kinerja Kemendagri yang dipimpin Gamawan sebenarnya mencerminkan kinerja hampir seluruh menteri yang tergabung dalam KIB II pemerintahan SBY-Boediono. “Tadinya, kinerja seratus hari pemerintahan SBY-Boediono dan menteri-menteri KIB II yang tidak memuaskan bisa dimengerti karena adanya gonjang-ganjing kasus Bank Century. Namun, ternyata hampir satu tahun ini, menteri-menteri tidak menunjukkan kinerja yang memuaskan. Saya kira Pak SBY juga tidak puas,” ujarnya.
Kinerja Kemendagri sendiri belum memuaskan. Kemendagri bahkan tidak menunjukkan kinerja yang mampu mendorong pe­ningkatan pelayanan publik, kesejahteraan, tata kelola pemerintahan yang baik dan peningkatan daya saing daerah.

Berwacana
Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Boni Hargens menambahkan, Kemendagri hanya memiliki prestasi dalam penyusunan dan pengawasan terhadap re­gulasi yang menyangkut peme­rintahan daerah, seperti pener­tiban 1.800 perda yang bermasalah. Namun, dalam segi pelaksanaan politik keamanan, khususnya menyangkut stabilitas keamanan di daerah, Kemendagri masih terlihat kedodoran. “Kemendagri masih berkutat dalam berbagai wacana tentang perbaikan pelayanan dan good governance,” kata Boni Hargens.
Semua wacana yang dikeluarkan tersebut, menurut dia, hanya untuk memenuhi tuntutan jabatannya dan bukan untuk negara atau rakyat. Sehingga, tidak ada realisasi dari semua apa yang telah diwacanakannya.
Akibatnya, muncul berbagai konflik horizontal dan tidak bisa diselesaikan dengan cepat. Padahal, Kemendagri melalui Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik, seharusnya telah memiliki peta daerah yang memiliki ke­rawanan terjadi konflik, untuk dijadikan acuan dalam antisipasi dan penyelesaian persoalan tersebut.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama, UKP4 akan menyerahkan hasil evaluasi terhadap kinerja seluruh kementerian, termasuk Kemendagri kepada Presiden. Reshuffle memang menjadi hak prerogatif presiden, karena para menteri memang be­kerja untuk membantunya mengelola sebuah pemerin­tahan. Namun, apakah presiden juga akan acuh terhadap penilaian yang dilakukan masyarakat kepada para pembantunya? (cr-10)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar