Suara Pembaruan, 30 Maret 2011
Gedung Baru DPR
Buka Kedok Parpol Munafik[JAKARTA] Ketua DPR Marzuki Alie yang juga Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR harus membuka kepada public mengenai rencana pembangunan gedung baru DPR.
Hal ini dilakukan agar masyarakat paham, mana partai yang menentang dan mana partai yang mendukung, karena selama ini ditengarai partai-partai yang menentang rencana pembangunan itu hanya berpura-pura saja. Mereka memanfaatkan momentum untuk pencitraan partainya, padahal dulu saat rencana pembangunan gedung baru DPR ini dibuat, semua fraksi di DPR sepakat.
“Saya sarankan kepada Ketua DPR untuk membuka saja, sehingga tidak ada lagi kepurapuraan fraksi-fraksi yang menentang itu. Kasihan rakyat. Partai-partai ini selalu mengatasnamakan rakyat, padahal sama sekali tidak memikirkan rakyat, dan hanya mementingkan bagaimana membentuk citra partai yang baik untuk mendapatkan dukungan rakyat, terutama menjelang Pemilu 2014,” ujar pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Boni Hargens di Jakarta, Rabu (30/3), yang sedang mengambil master di Jerman.
Boni menjelaskan, Marzuki Alie tidak mungkin bias mengambil keputusan seorang diri soal gedung baru DPR. “Kalau keputusan itu keputusan Marzuki Alie sendirian, pasti teriakannya sudah lebih keras dari hari ini. Mereka memojokkan seseorang untuk kepentingannya sendiri, padahal yang menikmati nanti semuanya. Ini politik yang jahat,” katanya.
Rakyat, menurutnya, harus tahu bahwa partai-partai itu sebenarnya semua menyetujui dan tidak ada satu pun yang tidak setuju. Jika partai tidak menyetujui hal itu, maka tentunya perwakilan mereka baik di fraksi, BURT, maupun unsur-unsur pimpinan lainnya, tentu tidak akan menyetujui hal itu.
Hal ini dilakukan agar masyarakat paham, mana partai yang menentang dan mana partai yang mendukung, karena selama ini ditengarai partai-partai yang menentang rencana pembangunan itu hanya berpura-pura saja. Mereka memanfaatkan momentum untuk pencitraan partainya, padahal dulu saat rencana pembangunan gedung baru DPR ini dibuat, semua fraksi di DPR sepakat.
“Saya sarankan kepada Ketua DPR untuk membuka saja, sehingga tidak ada lagi kepurapuraan fraksi-fraksi yang menentang itu. Kasihan rakyat. Partai-partai ini selalu mengatasnamakan rakyat, padahal sama sekali tidak memikirkan rakyat, dan hanya mementingkan bagaimana membentuk citra partai yang baik untuk mendapatkan dukungan rakyat, terutama menjelang Pemilu 2014,” ujar pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Boni Hargens di Jakarta, Rabu (30/3), yang sedang mengambil master di Jerman.
Boni menjelaskan, Marzuki Alie tidak mungkin bias mengambil keputusan seorang diri soal gedung baru DPR. “Kalau keputusan itu keputusan Marzuki Alie sendirian, pasti teriakannya sudah lebih keras dari hari ini. Mereka memojokkan seseorang untuk kepentingannya sendiri, padahal yang menikmati nanti semuanya. Ini politik yang jahat,” katanya.
Rakyat, menurutnya, harus tahu bahwa partai-partai itu sebenarnya semua menyetujui dan tidak ada satu pun yang tidak setuju. Jika partai tidak menyetujui hal itu, maka tentunya perwakilan mereka baik di fraksi, BURT, maupun unsur-unsur pimpinan lainnya, tentu tidak akan menyetujui hal itu.
“Keputusan itu kan sudah dibuat melalui sidang paripurna, artinya sudah disetujui. Saya bukan mendukung pembangunan gedung, namun yang saya tolak adalah berbagai maneuver mereka, yang mengatasnamakan rakyat. Mereka kan semua punya perwakilan di BURT, sebagian di pimpinan DPR, dan ada fraksi yang bias memberikan persetujuan atau menolaknya. Lah kok belakangan atas nama rakyat mereka menentang? Memangnya orang-orang mereka di BURT tidak berkoordinasi dulu? Berhentilah partai-partai membohongi rakyat dan jangan terus berpura-pura,” imbuhnya.
Biaya Per Meter
Di tempat terpisah, Kepala Biro Pemeliharaan Bangunan dan Instalasi Sekjen DPR, Sumirat mengatakan, pemberitaan soal biaya pembangunan gedung baru DPR yang menyebutkan sebesar Rp 800 per anggota tidak tepat, karena itu hitungan keseluruhan, termasuk fasilitas penunjang. Yang benar hanya sebesar Rp 7,2 juta per meter persegi.
“Tidak salah kalau teman-teman media menghitungnya sampai sebesar Rp 800 juta per anggota dewan. Tetapi, itu hitungan keseluruhan, termasuk pembangunan fasilitas penunjang, seperti hall, ruang rapat, konferensi, lift, dan lainnya. Yang benar hanya sebesar Rp 7,2 juta per meter persegi,” kata Sumirat di Jakarta, Selasa.
Sumirat menjelaskan, hal itu merupakan nilai rata-rata keseluruhan. Padahal, tambahnya, ada juga pembangunan ruang-ruang penunjang lainnya, seperti ruang pertemuan, ruang konferensi, rapat, ruang genset, lift, dan sebagainya yang justru nilainya lebih tinggi. “Yang mahal itu fasilitas penunjang. Mekanikal elekterikal, firehouse, security sistem, dan sebagainya, termasuk struktur,” kata Sumirat.
Khusus ruangan anggota dewan sendiri, katanya, nilainya tidak akan setinggi seperti yang diberitakan. Sumirat juga menjelaskan bahwa rata-rata biaya pembangunan gedung pemerintah menurut ketentuan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) antara Rp 7 juta- Rp 9 juta per meter persegi. “DPR hanya Rp 7,2 juta per meter persegi, jadi tak mahal,” katanya.
Sebelumnya, Marzuki Alie menjelaskan bahwa harga per meter itu sudah paling murah. Dia mengaku punya data dibandingkan dengan lembaga negara lain, seperti Mahkamah Konstitusi (MK), Kementerian Perdagangan, yang jauh di atas apa yang dianggarkan DPR, yakni Rp 9 juta- Rp 10 juta per meter persegi.
“Kalau Rp 7,2 juta itu lebih lengkap, lift, elekterikal, dan alat mekanikal lainnya,” kata Marzuki.
Ruang kerja tersebut disiapkan untuk seorang anggota dewan, dengan lima staf ahli dan seorang asisten pribadi. Biaya total keseluruhan pembangunan gedung baru DPR sendiri memakan biaya sebesar Rp 1,138 triliun dan berlantai 36 dan akan dibangun di atas tanah 157.000 meter persegi.
Sementara itu, rencana pembangunan gedung baru DPR yang akan dimulai pada 22 Juni 2011 terus mendapat penolakan dari sejumlah fraksi dan anggota dewan. Penolakan terhadap proyek senilai Rp 1,138 triliun itu, disampaikan dalam rapat paripurna DPR, Selasa (29/3).
Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) secara resmi menyatakan sikap menolak rencana pembangunan gedung baru DPR RI. Pernyataan penolakan dibacakan Sekretaris FPAN, Teguh Juwarno. Menurut dia, FPAN menyadari DPR butuh peningkatan kinerja dan hal itu perlu didukung dengan sarana-prasarana yang memadai. Namun, sebagai representasi rakyat Indonesia, pembangunan gedung DPR pun seharusnya melalui persetujuan rakyat.
Sementara Mahfudz Siddiq dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) mengatakan, DPR sebaiknya hati-hati dengan rencana pembangunan gedung baru karena sebentar lagi masyarakat akan dihadapkan pro-kontra baru soal naiknya BBM dan TDL. [J-11/J-9]
http://www.suarapembaruan.com/pages/e-paper/2011/03/30/index.html
“Tidak salah kalau teman-teman media menghitungnya sampai sebesar Rp 800 juta per anggota dewan. Tetapi, itu hitungan keseluruhan, termasuk pembangunan fasilitas penunjang, seperti hall, ruang rapat, konferensi, lift, dan lainnya. Yang benar hanya sebesar Rp 7,2 juta per meter persegi,” kata Sumirat di Jakarta, Selasa.
Sumirat menjelaskan, hal itu merupakan nilai rata-rata keseluruhan. Padahal, tambahnya, ada juga pembangunan ruang-ruang penunjang lainnya, seperti ruang pertemuan, ruang konferensi, rapat, ruang genset, lift, dan sebagainya yang justru nilainya lebih tinggi. “Yang mahal itu fasilitas penunjang. Mekanikal elekterikal, firehouse, security sistem, dan sebagainya, termasuk struktur,” kata Sumirat.
Khusus ruangan anggota dewan sendiri, katanya, nilainya tidak akan setinggi seperti yang diberitakan. Sumirat juga menjelaskan bahwa rata-rata biaya pembangunan gedung pemerintah menurut ketentuan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) antara Rp 7 juta- Rp 9 juta per meter persegi. “DPR hanya Rp 7,2 juta per meter persegi, jadi tak mahal,” katanya.
Sebelumnya, Marzuki Alie menjelaskan bahwa harga per meter itu sudah paling murah. Dia mengaku punya data dibandingkan dengan lembaga negara lain, seperti Mahkamah Konstitusi (MK), Kementerian Perdagangan, yang jauh di atas apa yang dianggarkan DPR, yakni Rp 9 juta- Rp 10 juta per meter persegi.
“Kalau Rp 7,2 juta itu lebih lengkap, lift, elekterikal, dan alat mekanikal lainnya,” kata Marzuki.
Ruang kerja tersebut disiapkan untuk seorang anggota dewan, dengan lima staf ahli dan seorang asisten pribadi. Biaya total keseluruhan pembangunan gedung baru DPR sendiri memakan biaya sebesar Rp 1,138 triliun dan berlantai 36 dan akan dibangun di atas tanah 157.000 meter persegi.
Sementara itu, rencana pembangunan gedung baru DPR yang akan dimulai pada 22 Juni 2011 terus mendapat penolakan dari sejumlah fraksi dan anggota dewan. Penolakan terhadap proyek senilai Rp 1,138 triliun itu, disampaikan dalam rapat paripurna DPR, Selasa (29/3).
Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) secara resmi menyatakan sikap menolak rencana pembangunan gedung baru DPR RI. Pernyataan penolakan dibacakan Sekretaris FPAN, Teguh Juwarno. Menurut dia, FPAN menyadari DPR butuh peningkatan kinerja dan hal itu perlu didukung dengan sarana-prasarana yang memadai. Namun, sebagai representasi rakyat Indonesia, pembangunan gedung DPR pun seharusnya melalui persetujuan rakyat.
Sementara Mahfudz Siddiq dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) mengatakan, DPR sebaiknya hati-hati dengan rencana pembangunan gedung baru karena sebentar lagi masyarakat akan dihadapkan pro-kontra baru soal naiknya BBM dan TDL. [J-11/J-9]
http://www.suarapembaruan.com/pages/e-paper/2011/03/30/index.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar