Ketika Perbankan Dikuasai Asing, Utang Pun Harus Dibayar Nyawa
Thursday, March 31, 2011, 21:36
![]() |
“MOTIF pembunuhan karena utang. Tagihan kartu kredit yang tidak sesuai,” jelas Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta Selatan, Ajun Komisaris Besar Budi Irawan, Kamis (31/3/2011).
Menurut polisi, korban tidak terima karena tagihan kartu kreditnya membengkak dari Rp 48 juta menjadi Rp 100 juta. Hal itu terjadi saat ia akan membayar tagihan kartu kredit di kantor Citibank Cabang Menara Jamsostek, Jakarta Selatan pada Selasa (29/3/2011) lalu.
”Akibat kesal, pegawai Citibank berinisial A beserta dua rekannya H dan D menghabisi nyawa Irzen di salah satu ruang di lantai 5 gedung itu. Kami temukan barang bukti di TKP, berupa bercak darah yang menempel di gorden dan dinding ruangan di lantai lima,” kata Budi lagi.
Sebenarnya, kisah sadis Citibank di atas, sejatinya tidak terlepas dari semakin memudarnya rasa nasionalisme para pemimpin negeri ini. Sehingga, segala keinginan asing di Indonesia tidak pernah disaring, apakah bermanfaat bagi masyarakat luas atau tidak. Selain itu, masuknya kartel perbankan asing juga berkaitan langsung dengan gaya pembiaran ala pemerintahan SBY.
“Penyaring ideologis pemerintah tidak ada. Padahal, ekonomi kita tidak menganut prinsip liberal. Yang terjadi sekarang ini adalah pemerintah secara amburadul mengatur pasar,” tukas pengamat politik UI Boni Hargens kepada Monitor Indonesia, Kamis (31/3/2011).
Boni menambahkan, persaingan global dunia saat ini justru ditampung pemerintah tanpa proteksi apa pun. Dengan kata lain, negeri ini sama sekali tidak mempunyai kepemimpinan politik yang berasaskan Pancasila sebagai ideologi bangsa.
Ironisnya, nihilnya proteksi di dalam negeri guna menghadapi persaingan global bukanlah didasari oleh ketidakmampuan yang dimiliki pemerintah. Sebaliknya, pemerintahan di bawah rezim SBY justru yang terdepan menabrak ideologi Pancasila itu sendiri.
“Yang dilihat pemerintahan SBY hanya keuntungan sesaat, sehingga rela menabrak ideologi Pancasila. Banyak neolib di sekitar SBY yang secara pelan-pelan menjual republik ini,” tukas Boni yang kini menempuh pendidikan di Jerman.
Dengan demikian, tambah Boni, kehadiran para mafia perbankan di Tanah Air sudah menjadi rahasia umum. Kelompok mafia ini berlindung di bawah rezim SBY, sehingga keinginan apa pun bisa raih. Bagi kelompok ini, yang diutamakan adalah keuntungan sebesar-besarnya tanpa mempedulikan nasib bangsa.
“Masalahnya, ideologi mereka adalah pasar, bukan nasionalisme. Cara berpikirnya profit-oriented, bukan society-oriented,” tandasnya.
■ Ishak H Pardosi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar