BOCORAN WIKILEAKS
Sabtu, 26 Maret 2011
JAKARTA (Suara Karya): Pemerintah jangan mengabaikan informasi yang disajikan situs Wikileaks, terkait dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan orang di lingkar dalam kekuasaannya.
Sebab, apatisme terhadap informasi tersebut berimplikasi pada krisis erosi kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
Demikian dikatakan pakar komunikasi politik dari Universitas Indonesia (UI) Ibnu Hamad dan pengamat politik dari UI Boni Hargens kepada Suara Karya di Jakarta, Jumat (25/3).
Ibnu Hamad mengatakan, pemerintah seharusnya memberikan pembuktian pembelaan, apabila bocoran Wikileaks dianggap sebagai informasi tak benar. Pembuktian pemerintah itu sebagai dasar untuk memulihkan kepercayaan dari rakyat terhadap pemerintahan Presiden SBY.
Ibnu berpendapat, memberikan pembuktian yang jujur bukan berarti pemerintah bersikap reaktif terhadap pemberitaan dua media massa Australia, The Age dan Sydney Morning Herald yang mengutip data dari situs Wikileaks.
Pembuktian secara jujur diperlukan untuk menangkal aksi dari pihak yang berupaya menyudutkan pemerintah dalam arti luas, bukan hanya pihak eksekutif namun seluruh aparatur pemerintahan. "Nanti malah berkepanjangan dan bisa muncul isu lain atau justru muncul bukti-bukti kebenaran isu tersebut. Mereka bisa saja saat ini menunggu reaksi pemerintah untuk dilanjutkan dengan bukti-bukti yang mereka miliki," ujarnya.
Pemerintahan SBY, kata Ibnu, harus bersikap ekstra hati-hati dalam menangani kasus ini dan jangan pernah sekali pun memandang isu ini sebagai isu murahan.
"Dunia tahu keakuratan data yang dimiliki Wikileaks dan oleh karena itu di negara-negara lain yang mengalami nasib serupa, justru sibuk mengejar para pelaku pembocoran dan bukan sibuk melakukan bantahan," ujar Ibnu.
Tindakan yang sama perlu dilakukan pemerintah Indonesia. "Substansi persoalan bukan pada isi berita. Namun, dari mana informasi itu didapat merupakan kegiatan yang yang ditelisik," ujar dia.
Isu Serius
Hal senada dikatakan Boni Hargens. Menurut dia, pemerintah berkewajiban membuktikan ketidakbenaran tulisan di dua media massa Australia, The Age dan Sydney Morning Herald itu. "Pemerintah harus membuktikan ketidakbenaran tulisan kedua media massa di Australia itu demi keberlangsungan masa depan Indonesia," tuturnya.
Dia menilai, apa yang ditulis kedua media massa Australia itu adalah isu serius karena menyangkut para petinggi negara yang ditulis melakukan persekongkolan-persekongkolan jahat. Kalau tidak benar, harus diklarifikasi, sehingga tidak menjadi bara dalam masyarakat Indonesia.
"Klarifikasinya harus melalui upaya hukum di Australia dan jika pelu melalui Mahkamah Internasional. Klarifikasi itu menjadi penting. Jika tudingan itu terbukti di pengadilan tidak benar, maka rakyat bisa melanjutkan kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun jika tudingan itu benar, maka nama-nama yang disebutkan dalam tulisan itu harus mempertanggungjawabkan," ujar dia.
Klarifikasi dan gugatan hukum terhadap pemberitaan itu, menurut Boni, juga menjadi penting karena apa yang dituliskan di Wikileaks itu sebenarnya sudah diketahui rakyat Indonesia, bahwa pejabat berkolaborasi dengan pengusaha. Hal itu sudah terjadi sejak era Orde Baru dan sampai sekarang pun masih terus terjadi.
"Kalau tidak karena kolaborasi itu, maka sudah sejak dahulu negara kaya ini lepas landas menjadi negara maju. Saya malah ragu kalau banyak pihak yang membantahnya. Saya justru akan mempertanyakan informasi Wikileaks, jika situs itu memberitakan yang sebaliknya," kata dia.
Boni menyakini, informasi Wikileaks bersumber dari data intelejen Amerika Serikat (AS), bukan dari lembaga abal-abal yang mungkin saja diragukan keabsahannya. Bila temuan ini benar, maka semua lembaga-lembaga tinggi negara yang ada saat ini tidak menjalankan fungsi check and balances. (Feber S)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar