KORAN SINDO, Rabu 27 Maret 2013 (Hal.3)
Pencalonan SBY Bisa Jadi Sasaran Kritik
JAKARTA – Pencalonan Ketua Majelis Tinggi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai ketua umum DPP Partai Demokrat melalui kongres luar biasa (KLB) akhir bulan ini, bakal menjadi sasaran kritik.
Direktur
Pol-Tracking Institute Hanta Yuda mengatakan, dari sisi organisasi,
Demokrat semakin terjebak pada personalisasi politik. Jika SBY menerima
usulan mayoritas DPD untuk menjabat ketua umum, selain akan merugikan
Demokrat secara organisasi, juga dipastikan akan mengganggu tugas
negara.
“Demokrat kian mengalami kemunduran dalam konteks demokratisasi dan institusionalisasi kelembagaan partai. Yang terjadi justru deinstitusionalisasi,” katanya kepada KORAN SINDOdi Jakarta kemarin. Dengan posisi SBY sebagai ketua umum, kata Hanta, derajat pelembagaannya kian merosot. Menurut dia, cara ini terkesan menguntungkan untuk konteks jangka pendek, karena strategi instan untuk memperkuat soliditas partai dan mengurangi potensi turbulensi pertarungan antarfaksi.
Namun, kata dia, cara tersebut berbahaya bagi partai dalam konteks jangka panjang. “Daya survival Demokrat justru semakin rapuh,” ujarnya. Fenomena ini, lanjut Hanta, juga pertanda menguatnya pengaruh politik SBY setelah berhentinya Anas Urbaningrum. Sekarang, kata dia, langgam kuasa di internal Demokrat semakin terpusat ke SBY. Hal itu bisa dibaca sebagai bagian dari political engineering dari kubu Cikeas yang mendekati sukses menuju KLB aklamasi tanpa gejolak.
Bukan KLB yang terbuka dan demokratis. Presiden SBY sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan akan mereduksi sistem presidensial jika menerima jabatan ketua umum parpol. Alasannya, fokus dan konsentrasi kerja presiden akan semakin terbelah, padahal sangat banyak persoalan bangsa yang belum selesai. “Rangkap jabatan ini dipastikan akan merugikan publik karena kepala pemerintahan juga disibukkan mengurus partai,” katanya.
Pandangan senada disampaikan pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Boni Hargens. Menurut dia, pencalonan SBY sebagai ketua umum Demokrat merupakan skenario yang dimainkan Cikeas sendiri. Namun, dia memprediksi bahwa upaya tersebut tidak akan efektif baik bagi Demokrat maupun bagi SBY sendiri. Sementara dari sisi SBY, publik akan semakin meragukan komitmennya dalam bekerja di pemerintahan karena akan lebih disibukkan politik di internal partainya.
“Menjadikan SBY sebagai ketua umum tidak otomatis memberi dampak elektoral Partai Demokrat di Pemilu 2014,” ujarnya. Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Max Sopacua menegaskan tidak ada yang aneh dengan usulan agar SBY jadi ketua umum. Usulan tersebut realistis sehingga sangat mungkin dipertimbangkan oleh SBY. Kekhawatiran bahwa SBY akan terganggu tugas dan kinerjanya sebagai presiden ketika menjabat ketua umum tidak akan terjadi. Pasalnya, hal teknis mengenai partai tentu tidak dikerjakan oleh SBY.
Max juga mengatakan, jika SBY bersedia menjadi ketua umum, akan dibentuk formatur untuk memperbarui formasi kepengurusan, termasuk juga kemungkinan menggeser posisi Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) dari jabatan sekjen. “Ibas mungkin jadi wakil ketum sehingga tidak ada dalam sebuah surat tanda tangannya berdekatan antara ketua dan anak,” ungkapnya. Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Marzuki Alie menegaskan bahwa dirinya tidak pernah mencalonkan, sehingga tidak ada kata maju dan mundur.
“Tapi saya mendengar aspirasi keinginan kader. Namun, kami menginginkan cara-cara musyawarah dan mufakat,” ungkapnya. Sementara itu, Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Saan Mustopa tetap pada keputusannya untuk maju di KLB nanti. rahmat sahid/ miftachul sna.
“Demokrat kian mengalami kemunduran dalam konteks demokratisasi dan institusionalisasi kelembagaan partai. Yang terjadi justru deinstitusionalisasi,” katanya kepada KORAN SINDOdi Jakarta kemarin. Dengan posisi SBY sebagai ketua umum, kata Hanta, derajat pelembagaannya kian merosot. Menurut dia, cara ini terkesan menguntungkan untuk konteks jangka pendek, karena strategi instan untuk memperkuat soliditas partai dan mengurangi potensi turbulensi pertarungan antarfaksi.
Namun, kata dia, cara tersebut berbahaya bagi partai dalam konteks jangka panjang. “Daya survival Demokrat justru semakin rapuh,” ujarnya. Fenomena ini, lanjut Hanta, juga pertanda menguatnya pengaruh politik SBY setelah berhentinya Anas Urbaningrum. Sekarang, kata dia, langgam kuasa di internal Demokrat semakin terpusat ke SBY. Hal itu bisa dibaca sebagai bagian dari political engineering dari kubu Cikeas yang mendekati sukses menuju KLB aklamasi tanpa gejolak.
Bukan KLB yang terbuka dan demokratis. Presiden SBY sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan akan mereduksi sistem presidensial jika menerima jabatan ketua umum parpol. Alasannya, fokus dan konsentrasi kerja presiden akan semakin terbelah, padahal sangat banyak persoalan bangsa yang belum selesai. “Rangkap jabatan ini dipastikan akan merugikan publik karena kepala pemerintahan juga disibukkan mengurus partai,” katanya.
Pandangan senada disampaikan pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Boni Hargens. Menurut dia, pencalonan SBY sebagai ketua umum Demokrat merupakan skenario yang dimainkan Cikeas sendiri. Namun, dia memprediksi bahwa upaya tersebut tidak akan efektif baik bagi Demokrat maupun bagi SBY sendiri. Sementara dari sisi SBY, publik akan semakin meragukan komitmennya dalam bekerja di pemerintahan karena akan lebih disibukkan politik di internal partainya.
“Menjadikan SBY sebagai ketua umum tidak otomatis memberi dampak elektoral Partai Demokrat di Pemilu 2014,” ujarnya. Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Max Sopacua menegaskan tidak ada yang aneh dengan usulan agar SBY jadi ketua umum. Usulan tersebut realistis sehingga sangat mungkin dipertimbangkan oleh SBY. Kekhawatiran bahwa SBY akan terganggu tugas dan kinerjanya sebagai presiden ketika menjabat ketua umum tidak akan terjadi. Pasalnya, hal teknis mengenai partai tentu tidak dikerjakan oleh SBY.
Max juga mengatakan, jika SBY bersedia menjadi ketua umum, akan dibentuk formatur untuk memperbarui formasi kepengurusan, termasuk juga kemungkinan menggeser posisi Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) dari jabatan sekjen. “Ibas mungkin jadi wakil ketum sehingga tidak ada dalam sebuah surat tanda tangannya berdekatan antara ketua dan anak,” ungkapnya. Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Marzuki Alie menegaskan bahwa dirinya tidak pernah mencalonkan, sehingga tidak ada kata maju dan mundur.
“Tapi saya mendengar aspirasi keinginan kader. Namun, kami menginginkan cara-cara musyawarah dan mufakat,” ungkapnya. Sementara itu, Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Saan Mustopa tetap pada keputusannya untuk maju di KLB nanti. rahmat sahid/ miftachul sna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar