17 Juli, 2013

Tahun Politik atau Tahun Politisasi?

OPINI | 14 July 2013 | 20:11

Ditahannya Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Izederick Emir Moeis (IEM) atas kasus dugaan suap dalam pengadaan PLTU Tarahan Lampung menimbulkan sejumlah pernafsiran. Ada yang melihat bahwa di tahun politik ini, KPK justru sedang disetir oleh para elit partai untuk saling menjegal dan menjatuhkan satu sama lain. Setelah Demokrat, Golkar, PKS dihantam badai terbukanya borok korupsi oleh para kadernya, saat ini PDIP siap-siap diguncang badai yang sama. Pendapat seperti ini disampaikan oleh salah seorang pengamat politik Universitas Indonesia, Boni Hargens seperti dilansir oleh Sindonews.

Pertanyaannya, Apakah memang demikian? Lalu, siapakah yang mengendalikan KPK di belakang layar untuk saling menjatuhkan partai-partai politik jelang pemilu 2014? Apakah memang di belakang layar yang tidak bisa ditembusi mata telanjang masyarakat awam terjadi deal-deal politik antara KPK dengan para elit partai untuk saling menjatuhkan? Kasarnya, apakah memang terjadi transaksi politik di belakang panggung antara KPK dengan partai-partai politik? Artinya, di balik pentas gencarnya KPK menyeret para kader partai politik sebagai tersangka kasus korupsi sesungguhnya telah terjadi perlombaan para elit partai untuk saling membuka borok satu sama lain dari kader partai lawan? Dan semuanya itu dilatari oleh motif utama menjadikan tahun politik justru sebagai ajang politisasi pencitraan partai politik menuju pemilu 2014?

Terlepas dari aneka spekulasi yang berkembang dari para pengamat politik, jika hal itu benar-benar menjadi sebuah fakta di belakang layar, maka KPK justru diuntungkan dengan percaturan antarpartai yang berusaha saling menjatuhkan di tahun politik ini. Dengan cara itu, secara tidak langsung KPK bisa memperlihatkan kepada masyarakat Indonesia bahwa tidak ada partai politik yang bersih di negeri ini. Semua partai politik, apa pun baju ideologi yang dipakainya tidak serta-merta bisa ‘menyulap’ para kadernya menjadi negarawan-negarawan sejati. Dari situ, rakyat juga bisa mempertimbangkan dengan serius untuk sungguh-sungguh memilih para anggota legislatif bukan didasari pada partai politik apa yang dijadikannya sebagai kendaraan, tetapi sejauh mana rekam jejaknya dan kiprahnya selama ini bagi masyarakat Indonesia di dalam profesi yang mereka geluti sebelum menjadi caleg.

Jika skenario politisasi tahun politik terhadap KPK oleh elit-elit partai demi pemilu 2014 benar-benar terjadi, hal itu bisa menjadi tamparan serius bagi semua partai politik tanpa kecuali untuk mulai berkaca diri di tahun politik ini. Lebih seriuslah mendidik kader-kader partai yang berkualitas dan mempunyai integiritas diri, sehingga tidak ada celah yang bisa dimanfaatkan oleh partai politik lain untuk saling menjatuhkan dan menjegal. Kembalilah ke fitrah idealisme mengapa setiap partai politik itu dibentuk dan dibangun, apakah kehadiran anda masih relevan di panggung kehidupan masyarakat Indonesia? Apakah kehadiranmu sungguh-sungguh telah mampu mewakili aspirasi mendasar masyarakat Indonesia? Jika memang sudah terlalu jauh dari fitrah idealisme dan tidak relevan lagi, bubarkan saja atau leburkan saja dengan parpol lain daripada selalu menjadi slilit yang meresahkan publik oleh karena kasus korupsi yang terus dibuat oleh para kadernya. 


http://politik.kompasiana.com/2013/07/14/tahun-politik-atau-tahun-politisasi-576706.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar