Paling Takut Digosipkan Dibanding Ancaman Pembunuhan
14 Oct 2010
Eksistensi Boni sebagai pengamat politik tidakdiragukan lagi. Segala komentar Boni Hargens mampu membuat kuping pejabat eksekutif maupun legislatif memerah.Dia pun sering menerima godaan maupun ancaman agar menghentikan komentar pedasnya.
DIUANTO, Jakarta
"BANYAK suka dan duka yang saya alami sejak saya aktif menjadi pengamat. Baik itu godaan diberi imbalan materi hingga ancaman ataupun teror," kata Boni Hargens dalam perbincangannya dengan INDOPOS. Godaan yang dia terima tentunya tidak jauh dari jumlah uang. Tak tanggung-tanggung nominalnya ratusan juta rupiah. Ataupun berupa cinderamata. Namun dengan tegas Boni menyatakan konsistennya menjadi seo-rang pengamat adalah harus bisa menahan segala godaan.
"Konsisten terhadap keilmuan, konsisten juga terhadap perubahan rakyat. Ilmu hai us bisa mengubah keadaan. Dan menjadi pengamat adalah menjaga demokrasi di negeri dengan rel yang benar," katanya. Karena itu, kata dia, seorang pengamat harus bisa mengkritisi pemerintahannya, siapapun presidennya. "Mengkritisi agen-agen politiknya, siapapun mereka. Yang intinya adalah untuk kemaslahatan bangsa ini. Bukan untuk kemaslahatan diri sendiri," ujarnya.
Penawaran menariknya lainnya, yang diajukan ke Boni adalah permintaan untuk bergabung ke salah satu partai politik. "Ada yang pernah menawari saya untuk gabung menjadi pengurus elite di DPP salah satu parpol besar. Ajakan itu ditujukan ke saya agar bisa berjuang untuk melakukan perubahan sistim negara melalui wadah parpol. Namun saya menolak ajakan itu. Saya bilang untuk melakukan perubahan tidak perlu gabung ke politik praktis. Dengan menjadi pengamat pun bisa ikut andil," tuturnya.
Boni menyindir beberapa pengamat politik yang saat ini telah bergabung ke beberapa parpol besar. Menurutnya, menjadi seorang pengamat adalah posisi yang terhormat sebagai penjaga luhur. "Jika sudah berkecimpung di dunia politik praktis, berarti pengamat tersebut sudah memikirkan dirinya sendiri, yakni memikirkan bagaiman merebut kekuasaan," imbuhnya.
Namun di luar godaan itu, Boni menyatakan sukanya menjadi pengamat adalah banyak dikenal oleh masyarakat. "Saya menjadi dikenal masyarakat umum tidak lepas dari peran teman-teman wartawan. Karena pernyataan saya dan foto saya yang ada di media, kini, ada saja masyarakat yang mengenal saya. Terutama di pusat perbelanjaan dan bandara," ucap Boni yang juga gemarmenghabiskan waktunya berbelanja di akhir pekan dan menonton film-film terbaru yang ada di bioskop XXI.
Selain godaan, ancaman pun kerap diterimanya. Pernah Boni diteror akan dibunuh. Itu sering melalui telpon tak dikenal ataupun SMS. Selain itu, dia pun sering mendapatkan sejumlah orang yang mengamati dan memotret kediamannya. "Namun, saya bersyukur segala ancaman itu tidak pernah terbukti. Dan saya juga tidak takut akan ancaman pembunuhan, karena ancaman itu bagian dari risiko perjuangan sebagai seorang aktivis dan pengamat," tegasnya.
Ancaman itu lebih sering datang saat dia menulis buku berjudul 10 Dosa Besar SBY" di tahun 2007. Buku karangan ketiganya itu sempat menghebohkan publik sehingga buku yang dicetak 2.000 eksemplar itu habis dalam waktu seminggu. "Usai menerbitkan buku itu. saya sering kali menerima ancaman pembunuhan. Entah siapa orangnya, saya tidak mengerti. Karena ketika saya cek, nomornya sudah tidak aktif," ujar pria pengagum anis Olga Lidia ini.
Boni melanjutkan, menulis buku tersebut adalah hasil analisanya dalam mencermati kinerja pemerintahan. Buku itu berisi argumentasi berdasarkan analisa mendalam atas kinerja pemerintahan SBY selama 3 tahun sejak 2004. "Sehingga tidak salah banyak yang panas kuping-nya," ujarnya sambil mengkerlitkan dahi. Boni yang berencana akan mengambil S3 di salah satu kampus di Jerman ini menyatakan berbagai ancaman itu tak membuatnya takut. Yang justru ditakuti Boni adalah gosip yang menjatuhkan nama baiknya, yakni telah ada wanita yang mengaku hamil.
"Yang paling saya takuti adalah gosip-gosip yang tidak bermutu terhadap saya. Ada yang mengaku ada perempuan punya anak hasil hubungan gelap dengan saya. "Saya pacaran tidak pernah sampai berisiko. Masalah-masalah yang membawa citra keluarga itulah yang bikin saya tidak suka," ucap Boni yang mengaku masih jomblo ini. Boni mengatakan, pola ancaman-ancaman seperti itu merupakan pola lama yang akan selalu dipakai untuk membungkam suara vokal pengamat, aktivis dan politisi. (*)
DIUANTO, Jakarta
"BANYAK suka dan duka yang saya alami sejak saya aktif menjadi pengamat. Baik itu godaan diberi imbalan materi hingga ancaman ataupun teror," kata Boni Hargens dalam perbincangannya dengan INDOPOS. Godaan yang dia terima tentunya tidak jauh dari jumlah uang. Tak tanggung-tanggung nominalnya ratusan juta rupiah. Ataupun berupa cinderamata. Namun dengan tegas Boni menyatakan konsistennya menjadi seo-rang pengamat adalah harus bisa menahan segala godaan.
"Konsisten terhadap keilmuan, konsisten juga terhadap perubahan rakyat. Ilmu hai us bisa mengubah keadaan. Dan menjadi pengamat adalah menjaga demokrasi di negeri dengan rel yang benar," katanya. Karena itu, kata dia, seorang pengamat harus bisa mengkritisi pemerintahannya, siapapun presidennya. "Mengkritisi agen-agen politiknya, siapapun mereka. Yang intinya adalah untuk kemaslahatan bangsa ini. Bukan untuk kemaslahatan diri sendiri," ujarnya.
Penawaran menariknya lainnya, yang diajukan ke Boni adalah permintaan untuk bergabung ke salah satu partai politik. "Ada yang pernah menawari saya untuk gabung menjadi pengurus elite di DPP salah satu parpol besar. Ajakan itu ditujukan ke saya agar bisa berjuang untuk melakukan perubahan sistim negara melalui wadah parpol. Namun saya menolak ajakan itu. Saya bilang untuk melakukan perubahan tidak perlu gabung ke politik praktis. Dengan menjadi pengamat pun bisa ikut andil," tuturnya.
Boni menyindir beberapa pengamat politik yang saat ini telah bergabung ke beberapa parpol besar. Menurutnya, menjadi seorang pengamat adalah posisi yang terhormat sebagai penjaga luhur. "Jika sudah berkecimpung di dunia politik praktis, berarti pengamat tersebut sudah memikirkan dirinya sendiri, yakni memikirkan bagaiman merebut kekuasaan," imbuhnya.
Namun di luar godaan itu, Boni menyatakan sukanya menjadi pengamat adalah banyak dikenal oleh masyarakat. "Saya menjadi dikenal masyarakat umum tidak lepas dari peran teman-teman wartawan. Karena pernyataan saya dan foto saya yang ada di media, kini, ada saja masyarakat yang mengenal saya. Terutama di pusat perbelanjaan dan bandara," ucap Boni yang juga gemarmenghabiskan waktunya berbelanja di akhir pekan dan menonton film-film terbaru yang ada di bioskop XXI.
Selain godaan, ancaman pun kerap diterimanya. Pernah Boni diteror akan dibunuh. Itu sering melalui telpon tak dikenal ataupun SMS. Selain itu, dia pun sering mendapatkan sejumlah orang yang mengamati dan memotret kediamannya. "Namun, saya bersyukur segala ancaman itu tidak pernah terbukti. Dan saya juga tidak takut akan ancaman pembunuhan, karena ancaman itu bagian dari risiko perjuangan sebagai seorang aktivis dan pengamat," tegasnya.
Ancaman itu lebih sering datang saat dia menulis buku berjudul 10 Dosa Besar SBY" di tahun 2007. Buku karangan ketiganya itu sempat menghebohkan publik sehingga buku yang dicetak 2.000 eksemplar itu habis dalam waktu seminggu. "Usai menerbitkan buku itu. saya sering kali menerima ancaman pembunuhan. Entah siapa orangnya, saya tidak mengerti. Karena ketika saya cek, nomornya sudah tidak aktif," ujar pria pengagum anis Olga Lidia ini.
Boni melanjutkan, menulis buku tersebut adalah hasil analisanya dalam mencermati kinerja pemerintahan. Buku itu berisi argumentasi berdasarkan analisa mendalam atas kinerja pemerintahan SBY selama 3 tahun sejak 2004. "Sehingga tidak salah banyak yang panas kuping-nya," ujarnya sambil mengkerlitkan dahi. Boni yang berencana akan mengambil S3 di salah satu kampus di Jerman ini menyatakan berbagai ancaman itu tak membuatnya takut. Yang justru ditakuti Boni adalah gosip yang menjatuhkan nama baiknya, yakni telah ada wanita yang mengaku hamil.
"Yang paling saya takuti adalah gosip-gosip yang tidak bermutu terhadap saya. Ada yang mengaku ada perempuan punya anak hasil hubungan gelap dengan saya. "Saya pacaran tidak pernah sampai berisiko. Masalah-masalah yang membawa citra keluarga itulah yang bikin saya tidak suka," ucap Boni yang mengaku masih jomblo ini. Boni mengatakan, pola ancaman-ancaman seperti itu merupakan pola lama yang akan selalu dipakai untuk membungkam suara vokal pengamat, aktivis dan politisi. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar