Kamis, 11/03/2010 | 18:23 WIB

"Presiden dengan gampang membantah hasil paripurna DPR itu. Lantas apa bedanya dengan Soekarno ketika tidak mengakui dan membubarkan parlemen hasil Pemilu 1955," ungkapnya dalam sebuah diskusi di Galeri Cafe, Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta Pusat, Kamis (11/3),
Menurut Boni, sebenarnya SBY telah salah mengambil sikap dan tindakan politik atas keputusan DPR. Di sisi lain, ia pun melihat partai politik (parpol) kini berada pada titik persimpangan dan tidak jelas arah tujuannya.
"Saya tidak percaya parpol. Parpol adalah makhluk yang tidak punya jenis kelamin. Untuk apa kita berdiskusi dan berdemonstrasi setiap hari kalau kemudian masih ada kebuntuan yang sistemik pada level sistem kita karena perilaku parpol yang tidak jelas. Dan juga karena tidak ada pemahaman antar lembaga," bebernya.
Ia menambahkan, ada sebagian masyarakat yang menilai pidato SBY tersebut inkonsitusional, ada yang mengatakan pidato SBY tersebut menantang DPR, dan juga ada yang menyatakan bahwa sikap SBY tersebut seperti ‘bonek’. Yakni, sikap SBY yang masih ngotot mempertahankan Sri Mulyani tersebut seperti sporter “bonek” yang mempertahankan tim sepakbola kesayangannya.
“Apa yang dilakukan oleh SBY dengan pidatonya yang tetap membenarkan bailout Century dan mempertahankan Sri Mulyani mencerminkan bahwa SBY sudah seperti bonek,” papar Boni Hargens.
Tak hanya itu, lanjutnya, sama seperti sikap nekat bonek yang akhirnya menciptakan konflik antar masyarakat, sikap nekat SBY juga menciptakan konflik yang sama. Sekarang ini misalnya ada penolakan dari sebagian anggota DPR atas kehadiran Sri Mulyani. Dengan sikap ngotot tersebut, SBY menciptakan konflik anatar lembaga legislatif (DPR) dan eksekutif (pemerintah).
Apa Kabar Taufik Kiemas?
Dalam sesi tanya jawab pula, salah satu pertanyaan yang menarik dilontarkan oleh Boni Hargens kepada anggota Pansus Century DPR dari Fraksi PDIP, Ganjar Pranowo yang juga menjadi pembicara. “Satu pertanyaan singkat Mas; tentang Taufik Kiemas nih, dia mau diapain ya?” tanya Boni. “Jawaban saya sederhana, ketua umum kami adalah ibu Megawati Soekarnoputri,” jawab Ganjar Pranowo sambil tersenyum tipis seraya meninggalkan ruangan.
Taufik Kiemas memang menjadi buah bibir, tidak hanya di kalangan partai melainkan oleh kalangan masyarakat. Ketika di saat PDI-P yang diusung istrinya, Megawati Soekarnoputri, mendukung impeachment bagi Boediono dan Sri Mulyani sebagai jalan terbaik, suami megawati itu malah menyatakan bahwa keputusan impeachment tidak perlu dilakukan dan berencana membentuk koalisi antara SBY dengan PDI-P.
Taufik Kiemas memang belakangan dianggap sebagai “biang kerok” bagi PDI-P karena pernyataan-pernyataannya jelas-jelas menginginkan keuntungan tersendiri, terutama ketika ia menjabat sebagai ketua MPR. Mungkin ia bisa menjadi Ruhut Sitompul-nya PDI-P di masa depan yang bisa saja menjadi pemecah PDI-P dan (mungkin) keluarganya sendiri. (Boy dan 002)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar