

BOCORAN WIKILEAKS
Boni Hargens, Pengamat Politik dari Universitas Indonesia.
Selasa, 15 Maret 2011
JAKARTA (Suara Karya): Keinginan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menyatakan akan menggunakan haknya untuk mendapatkan keadilan terkait dengan pemberitaan di dua media cetak Australia, The Age dan Sydney Morning Herald tidaklah cukup karena kredibilitas pemerintah dan negara sudah tercederai.
Presiden bersama lingkar dekat kekuasaannya harus segera mengungkapkan fakta yang sebenarnya dengan memaparkan bukti-bukti hukum yang kuat yang membantah isi berita yang mengutip bocoran informasi dari WikiLeaks.
Hal itu dikatakan pengamat politik dari Universitas Indonesia Boni Hargens, pakar komunikasi politik dari Universitas Indonesia Ibnu Hamad, dan pengamat politik CSIS Dr J Kristiadi secara terpisah di Jakarta, Senin (14/3).
Dalam pengantarnya sebelum rapat kabinet bidang ekonomi di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (14/3), Presiden SBY mengatakan tidak ingin terlalu reaktif dan emosional dalam menanggapi pemberitaan yang bersumber dari WikiLeaks, yang membocorkan sejumlah nota diplomasi antara Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Jakarta dan Washington itu.
"Tidak perlu kita terus-menerus ikut dalam kegaduhan soal ini karena banyak yang lebih penting yang harus kita lakukan. Saya juga tidak ingin terlalu reaktif dan emosional. Saudara tahu kebiasaan saya setelah semuanya bisa dinalar dengan baik, secara jernih, tentu dengan tetap menjalankan tugas saya sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, saya akan menggunakan hak saya untuk mendapatkan keadilan dengan cara-cara yang demokratis," tuturnya.
Namun, Presiden tidak menjelaskan cara apa yang hendak ditempuh untuk mendapatkan keadilan. Ia hanya mengatakan, tentunya nanti akan terlihat siapa pihak yang sebenarnya demokratis dan siapa yang tidak.
"Tentunya nanti akan tahu siapa sesungguhnya yang demokratis dan siapa yang tidak. Yang main lapor, main tuduh, main hakim sendiri dalam media massa, dalam diplomasi, yang sungguh merugikan nama baik seseorang," ujarnya.
Presiden berjanji akan menyelesaikan masalah pemberitaan yang ia nilai sebagai pembunuhan karakter itu dengan tetap mengutamakan situasi dan kepentingan negara.
"Percayalah, saya mempertanggungjawabkan apa yang saya lakukan. Insya Allah, saya akan tetap menjaga integritas karena itulah tugas saya sebagai pemimpin negeri ini," katanya.
Presiden juga berpesan kepada para menteri agar tetap berkonsentrasi penuh pada pekerjaan dengan menjalankan berbagai kebijakan dan program pemerintah yang telah ditetapkan sebelumnya meski dinamika politik amat tinggi, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia.
"Itu sangat penting agar persoalan yang dihadapi oleh bangsa ini dapat kita atasi. Sering kompleks memang, tapi percayalah, semua policy, semua program aksi, langkah-langkah kita manakala dijalankan baik, maka hasilnya baik," katanya.
Menurut Boni Hargens, SBY maupun pemerintah harus berani mengambil langkah hukum dengan mengajukan gugatan di pengadilan internasional jika pemberitaan itu dianggap salah. Namun, Boni pesimistis SBY dan pemerintah berani melakukan gugatan itu karena akan makin menguatkan tulisan itu. Pasalnya, pengadilan internasional bisa membuktikan kebenaran atau kebohongan yang diduga dilakukan SBY.
"Apabila tulisan itu tidak benar, maka SBY juga wajib membuktikan ketidakbenaran tulisan tersebut berdasarkan kejujuran yang bisa diperoleh melalui jalur hukum," ujarnya.
Menurut Boni, proses hukum atas pemberitaan dua media Australia itu sangat penting. Jika pengadilan menyatakan pemberitaan itu tidak benar, maka rakyat percaya akan kredibilitas pemerintah dan SBY sebagai pemimpin. Namun, jika ternyata tudingan itu benar, maka nama-nama yang disebutkan dalam tulisan itu tentunya harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Boni mengapresiasi track record situs WikiLeaks karena belum pernah salah dalam menyajikan data. Bahkan, dunia internasioanl, termasuk Amerika Serikat dan Eropa, selalu mengunduh situs tersebut.
"Selama ini tidak ada satu pun negara, termasuk Pemerintah AS, yang pernah membantah isi yang dibocorkan oleh WikiLeaks.
AS seperti juga negara-negara lain, yang menjadi korban pembocoran itu, saat ini hanya mencari siapa yang membocorkan sistem informasi intelijen mereka. Itu yang lebih penting buat mereka karena membantah satu kebenaran adalah hal yang mustahil dilakukan," katanya menambahkan.
Menurut Boni, keakuratan data yang dimiliki WikiLeaks juga terjamin, karena hal itu bersumber dari bocoran kawat rahasia seluruh Kedutaan Besar AS di dunia.
Ibnu meminta SBY jangan mempermainkan rakyat karena mengutamakan pencitraan pribadinya di mata internasional. Sebagai presiden, seharusnya SBY menggunakan kacamata kuda untuk memfokuskan serta memikirkan pembangunan rakyat dan bangsa Indonesia.
"Presiden dan timnya super reaktif. Belum apa-apa membantah. Apabila tak benar, silakan gugat dua media itu karena mencemarkan nama baik. Melalui gugatan itu, SBY memokuskan kerjanya kepada rakyat. Biarlah gugatannya didelegasikan pada kuasa hukum negara," ujar dia.
Menurut dia, reaktivitas SBY atas tulisan dua media Australia itu telah menyudutkan negara dan bangsa Indonesia. Artinya, upaya SBY untuk membersihkan diri pribadi tak berbuah positif bagi rakyat.
Ibnu meyakini, dua koran Australia, The Age dan Sydney Morning Herald, itu sedang menunggu reaksi pemerintah melakukan bantahan. Selanjutnya, dua koran itu melalui WikiLeaks mengeluarkan bukti-bukti yang mereka miliki untuk menghadapi pertarungan berikutnya.
"Masyarakat dunia tahu mengenai keakuratan data yang dimiliki WikiLeaks. Karena itu, negara-negara lain yang mengalami nasib serupa justru sibuk mengejar para pelaku pembocoran dan bukan sibuk melakukan bantahan mengenai isu bocoran tersebut," ujar dia.
Ia mengatakan, Presiden SBY perlu membuat pernyataan jujur dan tegas menerima atau menolak tulisan di dua media Australia itu.
"Harus ada pernyataan bahwa apa yang dilakukan WikiLeaks itu hal yang tidak berdasar, maka Pemerintah bisa menjadikan pernyataan pemerintah AS jadi rujukan. Artinya, pertemuan Menlu dengan Dubes AS itu mestinya di-blow up lebih banyak lagi, karena AS menyesalkan dengan adanya bocoran WikiLeaks itu. Kedutaan besar Australia harus juga diminta pernyataan resminya karena dua koran itu terbitnya di Australia," ujar Ibnu.
Sementara itu, Ketua MPR Taufiq Kiemas menanggapi santai bocoran WikiLeaks yang diberitakan media Australia tersebut. Taufiq Kiemas tidak merasa dicemarkan nama baiknya atas pemberitaan itu.
"Nggak. Kalau dicemarin nama baik kan sudah dari dulu. Itu joke," ujarnya.
Taufiq Kiemas sendiri mengaku bingung memberikan jawaban lebih mendalam terkait tudingan melakukan korupsi. Taufiq malah menanggapinya dengan bercanda. (Feber S)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar