06 Juni, 2011

Mr A Populer di Kelas Menengah

Sunday, 05 June 2011 10:53
 
JAKARTA - Gara-gara inisial yang hingga kini menjadi teka-teki, panggung politik nasional berguncang. Politikus Partai Demokrat Ramadhan Pohan yang kali pertama mencuatkan inisial Mr A mengungkap ciri-ciri personal yang disebut-sebut telah mengobok-obok Partai Demokrat kemarin (4/6). ’’Saya hanya ingatkan Mr A, jangan main-main. Saya harap cukup sekali ini saja, next time jangan lagi bermain politik tak kesatria. Kalau Mr A dan kelompok jahat masih terus menyerang dengan provokasi, tudingan, bahkan fitnah, jualannya akan kami borong sekalian,’’ kata Ramadhan di Jakarta.
Setelah Mr A tersebut muncul, hubungan Demokrat dan Golkar pun saling curiga. Itu disebabkan, kebetulan nama sejumlah politisi yang memegang pos kunci di Partai Golkar berawalan huruf ’A’. Mulai Ketua Dewan Penasehat Partai Golkar Akbar Tandjung, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, hingga Wakil Ketua Umum Partai Golkar Agung Laksono. Tentu saja semua membantah serta meminta Ramadhan Pohan menyebut nama langsung.
Nama Akbar Tandjung yang paling mendapat perhatian. Sebab, Akbar bisa disebut sebagai mentor politik Ketum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Bahkan, sumber di lingkaran DPP Partai Demokrat menceritakan, bergabungnya Anas Urbaningrum ke Demokrat pada 2005 tak terlepas dari restu dan dorongan Akbar.
Pertimbangan Akbar cukup sederhana. Demokrat merupakan partai baru yang tidak memiliki beban sejarah. Selain itu, ’’daftar antreannya’’ belum terlalu panjang. Kondisi tersebut bertolak belakang dengan Partai Golkar.
’’Maka, saya sangat tidak yakin, Akbar Tandjung sampai hati mengacak-acak Partai Demokrat secara kasar begitu. Apalagi Anas, yang juga kadernya di HMI (Himpunan Mahasiswa Islam, Red), itu tengah menjabat sebagai ketua umum,’’ kata sumber tersebut.
Ramadhan tetap tak mau menyebut nama orang yang dia sebut sebagai Mr A itu. Dia menjelaskan iktikad buruk dari Mr A itu tidak berhasil menimbulkan ’’efek serius’’ bagi Partai Demokrat. Alasannya, kader partai berlambang bintang mercy tersebut solid. Mr A yang berusaha mengobok-obok Partai Demokrat itu berasal dari luar Demokrat. ’’Pokoknya, di luar lingkar SBY,’’ katanya, lagi.
Saat didesak, Ramadhan hanya memberikan sejumlah petunjuk. Menurut dia, Mr A tersebut hanya dikenal kalangan menengah. ’’Kelas menengah pasti kenal dia. Kalau grassroot pelosok desa, saya kok ragu,’’ ujar Ramadhan lantas tertawa. ’’Jadi, politisi-politisi yang nggak kena kriteria tadi ngapain panik,’’ tuturnya.
Tampaknya, bila mencermati ciri-ciri itu, MR A itu belum termasuk sosok yang terlalu populer. Nama Mr A itu muncul di tengah posisi Demokrat yang disibukkan oleh kasus mantan Bendum M. Nazaruddin. Bahkan, muncul SMS liar, kalangan ring satu istana ikut merespons munculnya pesan singkat/SMS (short message service) gelap bernada ancaman yang mengatasnamakan Nazaruddin. Spekulasi pun berkembang tentang siapa aktor di balik lahirnya SMS yang menyerang Demokrat dan para elitenya itu.
Namun, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang juga ketua Dewan Pembina Partai Demokrat mewanti-wanti untuk tidak mudah mengarahkan telunjuk terkait dengan dalang pengirim SMS tersebut. ’’Presiden meminta semua pihak tidak memperkeruh keadaan dengan membuat tudingan serampangan dan sembrono,’’ ujar Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik Daniel Sparingga kemarin.
Saling tuding sehingga memperkeruh suasana, kata dia, tidak lebih baik daripada pembuat SMS yang sama-sama dikecam.
Yudhoyono yang juga menjadi salah seorang ’’korban’’ SMS gelap itu sudah menyatakan sikap dasarnya tentang serangan yang dinilai untuk merusak kredibilitas dan integritasnya serta Demokrat. ’’Jelas bahwa SMS itu bukan sekadar perbuatan iseng. SMS itu direncanakan, dirancang, dan dieksekusi secara matang dan sistematis untuk tujuan politik,’’ papar Daniel.
Pernyataan Yudhoyono juga merupakan bentuk kecaman keras atas tindakan pengiriman SMS tersebut. Meski begitu, lanjut dia, presiden tidak berminat untuk terlibat dalam perdebatan. Misalnya, yang saat ini mencuat dengan inisial Mr A. ’’Pesan moralnya sangat jelas dan kuat. Hentikan praktik politik yang tidak beretika,’’ tegasnya. (jpnn)
Saling Tuduh Hanya Gaya Politik Orba
JAKARTA - Pengamat politik yang juga peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bhakti menantang Ramadhan Pohan untuk menyebutkan secara jelas nama Mr A yang sesungguhnya. Sebab, menurut dia, di era politik yang transparan dan terbuka saat ini, sudah tidak tepat lagi memainkan gaya politik semacam itu.
’’Itu gaya politik Orba yang selalu suka menuduh sembarangan,’’ ujar Ikrar setelah acara diskusi di Warung Daun, Jakarta, kemarin (4/6). Menurut dia, jika benar memiliki data akurat, termasuk data dari intelijen, sudah sepatutnya Ramadhan menyebutkannya secara terang benderang. ’’Dia harus jantan kalau memang pegang data,’’ ucap dia.
Sebab, jelas Ikrar, tidak maunya Ramadhan membuka identitas Mr A sebenarnya telah memunculkan persepsi publik bahwa yang bersangkutan hanya asal bicara atau setidaknya menggulirkan tudingan yang belum tentu kebenarannya.
’’Itu kan melanggar nasihat ketua dewan pembina (SBY, Red). Yaitu, kalau masih dugaan, jangan sampaikan kepada publik karena hanya akan menjadi santapan media,’’ tambahnya.
Ikrar tidak tahu pasti alasan Ramadhan memunculkan isu Mr A tersebut. ’’Tapi, yang pasti, dia telah menebar angin. Siapa yang menebar angin harus siap menghadapi badai,’’ tegas dia.
Pada bagian lain, pengamat politik Boni Hargens menyampaikan bahwa kontroversi Mr A yang dimunculkan oleh Ramadhan telah memperlihatkan betapa rapuhnya kondisi internal Partai Demokrat (PD). ’’Bisa diramal berapa lama usia PD setelah 2014. Paling tua satu pemilu partai itu mampu bertahan. Kalau keadaan masih begini, pada pemilu berikutnya, saya kira, Partai Demokrat bakal terkubur,’’ ucap dosen ilmu politik di Universitas Indonesia tersebut.
Boni menyampaikan, selama ini popularitas PD hanya didongkrak figur SBY secara personal. Bersatunya para kader juga disebabkan faktor SBY. Sementara itu, antarkader tidak saling kenal. Bahkan, mereka cenderung memiliki motivasi, orientasi, dan tujuan politik yang berbeda. ’’PD tidak memiliki pengalaman yang cukup dalam hal konflik politik internal, konsolidasi, dan manajemen politik secara umum,’’ ungkap dia.
Kelemahan itu mulai terlihat menjelang 2014, menurut Boni, karena para elite PD sadar bahwa SBY tak mungkin lagi menjadi presiden. Di sisi lain, sebagai partai pemenang pemilu, PD pantas mempunyai impian untuk kembali melahirkan presiden baru.
’’Itu keadaan yang tak mudah. Siapa yang pantas menggantikan posisi SBY pada 2014? Pertanyaan tersebut memicu konflik internal yang bermula dari faksionalisasi alias perpecahan semu,’’ tutur dia.
Gejala awalnya, lanjut dia, sudah jelas ketika pemilihan ketua umum dalam kongres PD di Bandung Mei lalu. Menurut Boni, terjadi ’’sikut-sikutan’’ antara kubu Andi Mallarangeng dan Anas Urbaningrum. Ada juga kubu Marzuki Alie, tapi tak begitu agresif di permukaan dalam pertarungan itu.
’’Sekarang mereka saling curiga, berusaha saling menjatuhkan, dan tentu lupa berpikir tentang konsolidasi antarkader menuju 2014. Sebab, masing-masing ingin menjadi yang terbaik pada 2014,’’ tegas Boni. (jpnn)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar