Jumat, 17 Mei 2013 | 9:43

Calon presiden paling ideal versi Lembaga Pemillih Indonesia (LPI), Rizal Ramli (kedua dari kiri), didampingi Ketum Umum PKPI Sutiyoso (kedaua dari kanan), anggota DPR RI dari FPDI-P Maruarar Sirait (kiri), dan pengamat politik Boni Hargens hadir dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertema "BLSM Untuk Kepentingan Rakyat atau Parpol?" di Press Room DPR RI, jakarta, Kamis (16/5). [Istimewa]
[JAKARTA] Banyak solusi alternatif yang bisa dilakukan pemerintah untuk menyelamatkan APBN, tanpa harus menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).
Solusi itu antara lain, pemerintah harus segera menghentikan dan mengadili mafia migas yang sangat merugikan negara sekitar Rp 10 trilliun per tahun.
“Minta KPK menyelidiki siapa saja pejabat yang disogok oleh mafia migas,” kata calon presiden paling ideal versi Lembaga Pemillih Indonesia (LPI), Rizal Ramli dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertema "BLSM Untuk Kepentingan Rakyat atau Parpol?" di Press Room DPR RI, jakarta, Kamis (16/5).
Diskusi juga menghadirkan Ketum Umum PKPI Sutiyoso, anggota DPR RI dari FPDI-P Maruarar Sirait, dan pengamat politik Boni Hargens.
“Saya prihatin pemerintah tidak mau kreatif dan tidak pernah mau belajar dari pengalaman. Apa yang disebut sebagai ‘subsidi’ di sektor energi sebagian besar adalah subsidi untuk inefisiensi dan KKN di sektor energi. Kenapa rakyat yang harus menanggung beban dari kesalahan kebijakan dan praktik KKN yang merugikan keuangan negara?” kata Menko Perekonomian di era Presiden Abdurrahman Wahid ini.
Menurut Rizal Ramli, yang juga dinobatkan sebagai presiden alternatif versi The President Centre ini, banyak solusi alternatif (selain menaikkan harga BBM) yang pasti akan membuat beban rakyat semakin berat.
Di antaranya, harus ada komitmen yang kuat untuk mengurangi inefisiensi, KKN, dan mark-up biaya-biaya di sektor energi dengan jadwal dan target-target kwantitatif yang jelas.
“Pemerintah juga harus meningkatkan penggunaan gas dalam pembangkit listrik secara nasional dari 23% saat ini jadi 30% dalam waktu dua tahun. Mengurangi penggunaan generator diesel, yang merugikan PLN Rp 37 trilliun per tahun. Selain itu, harus mengalihkan ke pembangkit yang menggunakan BBM ke batubara, gas, air, dan geothermal secepatnya,” katanya.
Masih seputar solusi alternatif, Ketua Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARUP) tersebut juga menyarankan perlunya membangun kilang dengan kapasitas 300.000-400.000 barrel dalam dua tahun.
Pembangunan kilang akan menurunkan 40-50% biaya produksi solar, premium, dan minyak tanah. Pembangunan kilang juga akan menghemat penggunaan devisa, mengurangi tekanan terhadap defisit transaksi berjalan dan menciptakan lapangan kerja.
Juga tingkatkan cost control, dengan memperbaiki metode dan transparansi kontraktor migas sehingga mengurangi cost recovery yang selama ini terus naik 25% dalam dua tahun.
‘Criminal Mind’
Sementara itu, Boni menuding Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) yang digagas pemerintah sebagai kompensasi atas dinaikkannya harga BBM adalah wujud criminal mind (pemikiran kriminal) pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
“Sebagai Ketum Partai Demokrat, SBY berusaha merebut persepsi positif rakyat agar tetap memperoleh dukungan pada 2014 melalui BLSM. Ini adalah bentuk criminal mind. Harus kita kritisi!” ujarnya.
Dia menjelaskan skandal korupsi yang bertubi-tubi membelit para petinggi Demokrat dipastikan akan mempengaruhi perolehan suara partai penguasa ini pada 2014.
Sebagai Ketum, SBY harus mencari segala cara untuk mempertahankan suara, minimal setengah dari yang diperoleh pada Pemilu 2009.
“Kalau kita tanya rakyat, pasti tidak setuju harga BBM dinaikkan. Namun rakyat juga senang dengan bantuan tunai. Maka BLSM adalah cara instan rezim SBY untuk merebut persepsi positif rakyat agar tetap bisa mempertahankan suara pada 2014. Secara peraturan dan perundang-undangan memang tidak ada yang dilanggar. Tapi pada dasarnya, dia menggunakan uang negara untuk kepentingan partainya. Inilah yang saya sebut dengan criminal mind,” papar Boni.
BLSM adalah istilah pengganti dari Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang sebelumnya digulirkan pemerintah. Namun banyak pihak yang memelesetkan BLSM menjadi balsem, sejenis obat gosok untuk masuk angin atau keseleo.
Terkait hal ini, Rizal Ramli yang juga anggota tim panel ahli Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) ini menyatakan, balsem hanya berfungsi meredakan penyakit ringan untuk sementara waktu. Balsem tidak pernah menyembuhkan akar penyakit yang diderita.
Begitu juga dengan BLSM, tidak akan memecahkan problem mendasar rakyat. Rakyat Indonesia butuh pekerjaan, butuh penghasilan yang lebih tinggi.
“Jadi, tak pelak lagi, BLSM adalah money politic in grand scale. Politik uang dalam skala besar. Ini yang harus dicegah,” tukasnya.
Menurut Rizal Ramli, sejak dikembangkannya demokrasi prosedural di Indonesia, praktik money politic terjadi dengan sangat luar biasa. Sumber dana yang digunakan untuk kepentingan ini adalah APBN.
“Pada 2008 secara terpisah saya diundang tiga fraksi di DPR untuk memberi masukan seputar money politic. Waktu itu saya usulkan ketiga fraksi itu fight supaya APBN 2009 mengalami surplus Rp 1.000. Mereka berjanji akan berjuang untuk ini. Namun ketika APBN 2009 disahkan, tetap ada surplus 2,5% yang merupakan pinjaman dari Bank Dunia. Nah, duit inilah yang kemudian digunakan untuk menyogok rakyat lewat BLT,” paparnya. [L-8]
http://www.suarapembaruan.com/home/rizal-ramli-banyak-solusi-selesaikan-bbm/35638
Tidak ada komentar:
Posting Komentar