22 Juni, 2013




Dampak BBM Sampai Pemilu 2014

Padang Ekspres • Minggu, 23/06/2013 04:47 WIB • Redaksi •

Kenaikan harga bahan bakar mi­nyak (BBM) berlaku Sabtu pukul 00.00 otomatis diikuti dengan naik­nya harga barang. Akibatnya, inflasi tahun ini diperkirakan bisa tembus delapan persen atau lebih tinggi dari asumsi inflasi Bank Indonesia (BI) dalam APBN-P 2013 sebesar 7,2 persen.

Kita perkirakan inflasi year on year (yoy) bisa tembus delapan per­sen, atau sedikit di bawahnya. Sudah pasti akan melampaui asumsi 7,2 persen. Itu wajar terjadi karena harga barang-barang naik akibat biaya transportasi meningkat. Kalaupun ada intervensi dari BI (Bank Indonesia) saya kira tetap di sekitar angka itu,” ujar pengamat ekonomi Faisal Basri dalam diskusi di restoran Warung Daun Cikini kemarin (22/6).


Faisal menambahkan, gejolak inflasi akibat kenaikan harga BBM akan berlangsung cukup lama karena berdekatan dengan tahun politik 2014. Jika pemerintah menjamin dampaknya hanya akan berlangsung 4-5 bulan, Guru Besar di Universitas Indonesia (UI) ini memperkirakan dampaknya bisa berlangsung hingga sembilan bulan. Sampai Pemilu (pemilihan umum) Presiden April 2014,” tandasnya.

Menurutnya, program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) sebesar Rp 150 ribu/rumah tangga selama empat bulan, tidak mungkin bisa menutupi pe­nge­luaran yang meningkat aki­bat naiknya harga bahan pokok. BLSM itu seperti kita habis donor darah, terus di­kasih mie instan. Saat itu kita merasa pulih, padahal sampai rumah kita harus kembali banyak makan supaya tidak lemas,” ungkapnya.

Dengan melihat situasi ini, Faisal menilai kaum buruh berhak meminta kenaikan upah kepada pengusaha atau Pe­me­rintah. Pasalnya, biaya hidup menjadi lebih tinggi seiring melonjaknya harga bahan ke­bu­tuhan pokok.

Wak­tu yang pas untuk min­ta ke­naikan ya sekitar Januari 20­14. Kalau ada APBN-Peru­bahan, boleh dong ada UMR-Perubahan, minta naik­nya 50 persen,” usulnya.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Umum Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia), Anton Supit mengatakan, pengusaha selalu membuka pintu perun­di­ngan untuk membahas hal itu bersama perwakilan pekerja. Negosiasi selalu dimungkinkan, yang penting selalu mengikuti koridor hukum. Mereka punya hak dijamin Undang-Undang. Senjata pamungkasnya mogok kalau perudingan deadlock. Tapi jangan setiap ada tuntutan mo­gok dulu yang didahulukan,” ketusnya.

Sementara itu, Sekjen Or­ga­nisasi Angkutan Darat (Or­gan­da) Ardiansyah juga menilai, pemberian BLSM merupakan kebijakan pemerintah kurang cerdas dan sangat tidak pro­duktif. Pasalnya, kontribusi biaya transpor di masyarakat antara 20-30 persen, artinya dari UMR yang diterima buruh setiap bulan, sekitar 20-30 persen dihabiskan untuk tran­s­portasi. Jadi perlu diru­muskan bersama kebijakan yang tepat, jangan hanya dengan me­ka­nis­me bantuan langsung,” te­gasnya.

Intervensi pemerintah untuk pengembangan transportasi umum diperlukan karena ban­yak digunakan masyarakat kecil. Menurut Ardiansyah, naiknya harga BBM ini dilematis, karena kalau tarif transportasi tidak naik maka operator akan rugi. Sebab harga suku cadang sudah me­lam­bung tinggi. Kasihan mas­ya­rakat di daerah terpencil. Kalaupun mendapat pendidikan gratis, tapi biaya transportasi untuk sampai ke sekolah mahal, jadi dampaknya sama saja,” jelasnya.

Sementara itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan, akan terus me­mantau pendistribusian BL­S­M yang disalurkan di 14 titik. SBY juga meminta masyarakat ikut mengawasi jalannya pen­dis­tribusian bantuan social yang merupakan kompensasi BBM tersebut.

Dalam sidang kabinet lalu, telah dipastikan kesiapan segala sesuatu terkait dana kompensasi untuk masyarakat tidak mampu yang terdampak kenaikan BBM tersebut. Bapak Presiden me­min­ta agar BLSM dipastikan sampai ke sasaran. Presiden kini memantau dan menunggu la­po­ran pelaksanaan di lapangan,” ujar Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha di Jakarta, kemarin.

Di tempat berbeda, Partai Kea­dilan Sejahtera (PKS) me­ne­gaskan, kepastian kenaikan BBM oleh pemerintah menjadi tugas dewan untuk melakukan pengawasan. Wakil Sekretaris Jenderal PKS Fahri Hamzah menyatakan, menjadi tugas kedewanan untuk melakukan pengawasan, meski dalam hal ini PKS dalam paripurna menolak kenaikan BBM.

Suka atau tidak suka, begitu menjadi Undang Undang, (ke­naikan BBM) mengikat kita se­mua,” ujar Fahri.

Fahri mengingatkan kepada pemerintah untuk serius dalam melaksanakan program ke­nai­kan BBM dan BLSM. BLSM sebagai solusi darurat selama empat bulan harus dilaksanakan hati-hati dan seksama. Ini ka­rena, Fahri menilai BLSM adalah kebijakan yang sedikit banyak berperilaku diskriminatif.

Namanya polecy dis­kri­minatif harus hati-hati. Karena rak­yat ada yang menikmati, ada yang tidak menikmati,” ujarnya.

Pengamat politik dari Universitas Indonesia Boni Hargens mengingatkan bahwa tanggung jawab pemerintah pasca ke­pu­tusan menaikkan harga BBM masih banyak. Di antara yang harus mendapat perhatian ada­lah praktik mafia komoditas kebutuhan pokok.

Menurut dia kenaikan harga yang sudah muncul sejak be­be­rapa waktu terakhir, meski kenaikan harga BBM belum diputuskan, adalah tidak masuk akal. Coba cari alasan yang logis kenaikan harga-harga saat ini? Kita tidak akan per­nah menemukannya secara memuaskan, itu semua karena ke­naikan harga-harga han­ya­lah permainan para mafia,” ujar Boni Hargens saat dihu­bungi kemarin. Menurut Boni, para mafia itu lah yang mem­bentuk pasar oligopoli sehing­ga bisa me­nen­tu­kan harga sesuka ha­ti.­Umum­nya, lanjut dia, me­reka juga berkolaborasi dengan penguasa.
(jpnn)

http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=45031

Tidak ada komentar:

Posting Komentar