05 Juli, 2013

Kamis, 04 Jul 2013 23:05 WIB

Sepak Terjang HT di Tengah Mimpi Hanura

SEMULA banyak kalangan memprediksi, masuknya CEO MNC Grup Hary Tanoesudibjo (HT) beserta gerbongnya ke Partai Hanura pada 17 Februari 2013, setelah hengkang dari Partai NasDem, akan memberi tenaga baru bagi partai yang dipimpin sendiri oleh pendirinya itu, Wiranto, sehingga Hanura yang hingga kini masih menjadi partai papan tengah, akan terkerek ke partai papan atas, sejajar dengan PDIP, Golkar, Partai Demokrat, dan PKS.


Namun, apa yang terjadi belakangan ini agaknya membuat para pengamat sekalipun harus mencermati masuknya HT cs ke Hanura, karena hanya dalam waktu empat bulan, internal partai itu telah terpecah belah dan berpotensi senasib dengan Partai NasDem yang ditinggal ribuan kader dan simpatisannya setelah HT hengkang dari partai itu pada Januari 2013.

Perpecahan bermula ketika DPP Partai Hanura mendeklarasikan Wiranto dan HT sebagai capres dan cawapres yang diusung pada Pemilu 2014, Selasa (2/7/2013) di Hotel Mercure, Jalan Hayam Wuruk, Jakarta Barat. Padahal sebelumnya, di sela-sela diskusi bertajuk 'Peran Media Televisi Mencerdaskan Pemilih di Pemilu 2014' yang diselenggarakan di Hotel Aryaduta, Jakarta, pada Rabu (26/6/2013), HT yang langsung diberi jabatan sebagai ketua Dewan Pakar begitu bergabung di Hanura, menyatakan kalau partainya belum menentukan siapa capres dan cawapres yang akan diusung pada Pemilu 2014.

Tak pelak, deklarasi itu tak hanya mencengangkan partai-partai peserta Pemilu 2014 yang lain, namun juga mengejutkan sebagian kader di internalnya sendiri yang rupanya sama sekali tidak diberi tahu oleh DPP partai mereka bahwa DPP telah memilih Wiranto dan HT sebagai capres-cawapres yang diusung pada Pemilu 2014. Salah satu ketua DPP Hanura, Fuad Bawazier, bahkan menganggap deklarasi itu inkonstitusional dan melanggar AD/ART. Sebab, berdasarkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Hanura, pengambilan keputusan-keputusan atau kebijakan-kebijakan penting, termasuk penentuan capres-cawapres, harus dilakukan melalui Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas). Dan sebelum deklarasi, Rapimnas itu tidak diselenggarakan.

Apakah yang sedang dimainkan HT di Partai Hanura? Atau ada kader Hanura yang lain yang bermain dalam konflik ini, yang karena menganggap HT seorang pengusaha sukses dengan finansial yang kuat, maka dia diistimewakan serta ditempatkan dan diperlakukan melebihi kader yang lain? Apalagi karena sebelum kasus deklarasi itu meledak, DPP ternyata juga telah mengambil jabatan ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) dari Yuddy Chrisnandi yang juga merupakan ketua DPP Partai Hanura, dan menyerahkannya kepada HT.

Ketika HT masih menjadi ketua Dewan Pakar Partai NasDem, CEO MNC Grup itu dianggap sebagai salah satu tokoh yang ikut membesarkan NasDem melalui kekuatan finansial dan jaringan medianya, karena melalui media cetak, elektronik, radio dan online yang dimiliki MNC, seperti MNC TV, RCTI, dan Okezone.com, plus Metro TV dan harian Media Indonesia yang dimiliki Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh, NasDem dapat beriklan kapan saja, semaunya, tanpa membayar, serta menyosialisasikan program-programnya.

Ketika HT masuk Hanura, para pengamat meyakini kalau "keberuntungan" yang didapat NasDem dari HT, beralih ke Hanura, karena kini Hanura lah yang dapat dengan bebas memanfaatkan jaringan media MNC, dan mendapat guyuran finansial dari HT. Prediksi itu benar. Bahkan hanya beberapa hari setelah HT bergabung, Bos MNC Grup itu memberikan ruangan di MNC Tower di kawasan Kebun Sirih, Jakarta Pusat, untuk dijadikan pusat pengkajian dan penyusunan strategi politik Hanura demi meraih kemenangan di Pemilu 2014. Ruangan itu dilengkapi peralatan canggih.

Tak ayal, Februari 2013 menjadi bulan euforia bagi kader dan simpatisan Hanura. Mereka bahkan menjadi amat optimis pada berani pasang target untuk meraih 15 persen suara pada Pemilu 2014, setelah pada Pemilu 2009 mereka hanya meraih 3,7 persen suara.

Tapi, dengan adanya perpecahan ini, apakah optimisme itu masih ada? Dan apakah para kader Hanura masih satu misi, visi dan orientasi?

Pengamat politik UIN Jakarta Gun Gun Heryanto menyarankan agar para elit Hanura introspeksi, karena cara penetapan capres-cawapres yang mereka lakukan yang tidak sesuai AD/ART memang berpotensi menimbulkan perpecahan.

"Lagipula tidak semuanya bisa dibeli dengan uang," imbuhnya, Selasa (3/7/2013).

Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Boni Hargens bahkan lebih keras mengkritik. Ia menilai, deklarasi itu merupakan sebuah ambisi politik yang berlebihan, karena tidak sesuai dengan hasil kerja politik Hanura selama ini, dan kadar akseptabilitas partai di tengah masyarakat pemilih.

Dia mengakui, kehadiran HT di partai itu memang berdampak pada keuangan partai, namun tidak untuk kepercayan publik, karena akseptabilitas dan elektabilitas tidak bisa dibangun dalam semalam. Meski dengan kekuatan dana dan jaringan media yang memadai.

"Prediksi saya, Hanura susah meraih di atas 4 persen pada Pemilu 2014," katanya.

Maman Rohman /
http://obornews.com/26645-berita-sepak_terjang_ht_di_tengah_mimpi_hanura.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar