04 Juni, 2011

Partai Demokrat Makin Rapuh

Konflik Internal Menguat
Partai Demokrat Makin Rapuh

Suara Pembaruan, Sabtu, 04 Juni 2011
 
[JAKARTA] Kondisi internal Partai Demokrat (PD) sangat rapuh. Itu tercermin dari tidak mampunya partai itu mengolah konflik yang muncul, melakukan konsolidasi, dan mengembangkan manajemen politik yang baik.
Jika kondisi ini tidak dikelola dengan baik, akan berpotensi mengganggu partai itu dalam menghadapi Pemilu 2014.
“Sekarang mereka saling curiga, berusaha saling menjatuhkan dan tentunya lupa berpikir tentang konsolidasi antarkader menuju Pemilu 2014, karena kubu-kubu dalam partai ini ingin menjadi yang terbaik di 2014,” kata pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) BoniHargens dalam keterangan yang disampaikan dari Berlin, Jerman, Jumat (3/6).
Boni yang kini belajar di Jerman menyatakan, menarik apa yang disampaikan oleh Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Ramadhan Pohan bahwa ada “Mr A” yang ingin menghancurkan Demokrat dari dalam. “Benarkah demikian atau gejala apa yang terjadi di internal Partai Demokrat? Siapa yang salah?” tanya Boni.
Dijelaskan, sebagai partai yang baru muncul sesudah reformasi 1998, yang tiba-tiba menjadi populer karena peran Ketua Dewan Pembina PD Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Partai Demokrat tidak memiliki pengalaman yang cukup dalam hal konflik politik internal, konsolidasi, dan manajemen politik secara umum. 
Bahkan, antarkader sebetulnya tidak saling kenal. Karena ada satu poin dalam konsep kepartaian yang tidak dimiliki oleh para kader Partai Demokrat umumnya, yakni memiliki motivasi dan tujuan yang sama. “Ini yang hilang.
Para kader bersatu karena ada perekat tunggal, yakni SBY. 
Padahal, masing-masing orang di dalam memiliki orientasi politik yang berbeda,” katanya.
Keadaan ini bertahan dalam lebih dari 5 tahun terakhir dan betul-betul karena figuritas seorang SBY. Masalah mulai kelihatan menjelang Pemilu 2014, dimana tidak mungkin lagi SBY menjadi presiden, sementara sebagai partai pemenang pemilu, Demokrat pantas bermimpi untuk kembali melahirkan presiden baru.
“Ini keadaan yang tidak mudah. Siapa yang pantas menggantikan posisi SBY di 2014? Pertanyaan ini memicu konflik internal, yang bermula dari faksionalisasi alias perpecahan semu. Gejala awal sudah jelas ketika pemilihan ketua umum yang lalu di Bandung,” katanya. 
Sikut-sikutan 
Saat itu, kata Boni, sikut-sikutan terjadi antarkubu Andi Mallarangeng dan Anas Urbaningrum. Ada kubu Marzuki Alie, tapi tidak begitu agresif di permukaan dalam pertarungan itu.
“Sekarang mereka saling curiga, berusaha saling menjatuhkan dan tentunya lupa berpikir tentang konsolidasi antarkader menuju Pemilu 2014, karena kubu-kubu di dalam PD ini ingin menjadi yang terbaik di 2014,” katanya. 
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti mengatakan, pernyataan Ramadhan Pohan adalah suatu kecengengan dalam politik.
Partai Demokrat seharusnya belajar dari partai politik besar lainnya, yang dengan tenang dan santun menghadapi masalah, tanpa menuding atau berteriak di media massa, seperti yang dilakukan Ramadhan Pohan.
“Ini kecengengan dalam politik. Dalam arti, ketika Demokrat ingin menyelesaikan masalah politik internal, tapi dengan melemparkan isu seolah ada orang lain yang mau menyerang. Sebenarnya, hal penting yang dilakukan Demokrat adalah membuktikan bahwa tuduhan-tuduhan itu tidak benar, bukan dengan menyebut dari partai lain. Karena sikut menyikut itu biasa dalam politik,” tegas Ray Rangkuti. 
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) AAGN Ari Dwipayana melihat kasus ini sebagai bagian dari upaya pengalihan isu. Ramadhan Pohan melakukan itu dengan mencari kambing hitam, untuk menyelesaikan permasalahan di internal Partai Demokrat. [D-12/L-8]



Tidak ada komentar:

Posting Komentar