Mon, 22/07/2013 - 21:37 WIB

JAKARTA-Dari sisi integritas, kapasitas, kapabilitas dan moralitas, maka duet Jokowi-Rizal Ramli dinilai para aktivis dan intelektual kampus sebagai alternatif terbaik 2014 untuk memecahkan masalah ekonomi, korupsi, tumpukan utang lebih Rp2023 trilyun era SBY dan krisis multi dimensi yang melanda negeri ini. Pemerintahan SBY-Boediono sudah gagal dalam membangun daulat ekonomi dan politik, serta gagal melakukan nation and character building.
Demikian pandangan dosen Fisip - UI Boni Hargens kepada pers Senin malam di Jakarta. Aktivis GMNI Frans Aba MA juga berpendapat sama. Namun ia menambahkan, duet Jokowi- Rizal Ramli atau Prabowo-Rizal Ramli masih ada di benak publik yang sudah tidak tahan dengan penderitaan akibat melambungnya harga sembako dan energi. ''Integritas, kapasitas dan moralitas Jokowi- Rizal Ramli tidak tertandingi oleh duet Jokowi dengan Aburizal Bakrie atau Jokowi Hatta Rajasa karena Ical dan Hatta adalah bagian dari rezsim SBY yang bermasalah dengan korupsi, kolusi, dan kegagalan dalam mensejahterakan rakyat, dimana harga-harga naik tak terkendali dan korupsi membudaya dalam rezim SBY,'' kata Boni Hargens dan Frans Aba.
Gubernur DKI Jokowi dan ekonom senior Dr Rizal Ramli (menko Perekonomian era Presiden Gus Dur) mulai disebut berbagai kalangan sebagai duet kuat dan jadi kuda hitam bila maju ke pilpres 2014. RR adalah teknokrat kredibel, mumpuni dan komit pada kepentingan rakyat, sementara Jokowi adalah sosok pemimpin rakyat yang sejati. Dua sosok ini diyakini mampu mengatasi ketidakadilan, kemiskinan, mengendalikan beban utang US$2023 trilyun, korupsi dan mengatasi hancurnya daulat pangan dan energi di negeri ini.
Pilpres 2014 diprediksi tidak akan melahirkan pemimpin yang kompeten. Pasalnya, kandidat calon presiden (Capres) yang maju di Pemilu 2014 masih dipenuhi wajah-wajah lama. Untuk itu, diperlukan capres lain atau capres alternatif yang mampu membawa perubahan bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik.
Hal ini disampaikan Sekjen Forum Komunikasi Advokad Nusantara (Forkantara) Taufan Hunneman dalam keterangannya kepada Seruu.com, Kamis (18/7/2013).
"Mayoritas partai masih mengusung muka-muka lama. Padahal kita jelas membutuhkan tokoh baru yang mampu membawa perubahan nyata," nilainya.
Dia pun menilai ada dua sosok capres alternatif yang mampu memimpin negeri ini. Dua sosok ideal tersebut adalah Gubernur DKI Jokowi dan mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli.
"Jokowi (berhasil di Solo) dan Rizal Ramli (mantan menko perekonomian), semua tahu rekam jejaknya," ujarnya
Menurutnya, keduanya bisa saling mengisi dengan kemampuan masing-masing. Jokowi dengan latar kepemimpinan yang polos, jujur dan berintegritas dan RR yang tak diragukan dalam bidang ekonomi nasional.
"Kedua figur ini merupakan figur alternative yang jika disatupadukan menjadi kekuatan yang mampu mengembalikan Indonesia menjadi kekuatan di asia dan dunia," tandass mantan aktivis 98 itu.
Seperti diketahui, dalam beberapa survei, nama Jokowi menempati urutan teratas Capres terpopuler. Jokowi mengungguli nama-nama Capres lainnya, seperti Prabowo Subianto, Aburizal Bakrie, dan Megawati Soekarnoputr
Ada dua survei terakhir menunjukkan bahwa elektabilitas Jokowi sebagai capres mengungguli tokoh nasional lainnya. Malah sudah diberitakan jika Jokowi dan ekonom senior Rizal Ramli berduet, carut marut ekonomi dan krisis multi dimensi di negeri ini bisa diatasi.
Pada Selasa (17/7/2013), Lembaga Survei Nasional (LSN) merilis hasil survei menunjukkan bahwa elektabilitas Jokowi mencapai 68,1 persen, sementara Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri harus puas di angka 14,9 persen.
Selang satu hari, hasil survei Pusat Data Bersatu menunjukkan, Jokowi diidolakan oleh kalangan pemilih perempuan. Jokowi meraup 16,1 persen suara dari kaum hawa jika pemilihan presiden dilakukan hari ini. Tampil sebagai juara dua dan juara tiga, berturut-turut, adalah Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto (7,8 persen), dan Megawati (7,3 persen). Ada tiga rahasia mengapa Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo unggul di berbagai survei soal calon presiden pada Pemilu 2014.
Pertama, kata Direktur Eksekutif Pol-Tracking Institute Hanta Yudha AR, Jokowi, yang juga politisi PDI Perjuangan, adalah antitesa pemimpin terdahulu. Jokowi dinilai merakyat dan apa adanya, sementara kebanyakan pemimpin saat ini cenderung menjaga jarak dengan rakyat.
Kedua, alumnus Universitas Gadjah Mada ini memperoleh momentum politik ketika terpilih menjadi orang nomor satu di ibu kota.
Ketiga, mantan Wali Kota Solo ini juga dipandang sebagai politisi yang independen dan tidak tergantung oleh partainya.
"Presepsi publik, Jokowi merupakan sosok yang tidak terlalu formal alias ndeso," ujar Hanta.
EKonomi SBY Lampu Kuning
Kenaikan harga yang bertubi-tubi membuat ekonomi mayoritas keluarga Indonesia sudah memasuki 'lampu kuning'. Tragedi ini juga terjadi pada ekonomi makro yang selama ini dibangga-banggakan. Jika tidak diambil langkah-langkah antisipasif yang tepat dan cepat, tidak mustahil ekonomi Indonesia akhirnya benar-benar memasuki 'lampu merah'.
"Kenaikan harga yang bertubi-tubi pasca dinaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dan kenaikan harga selama bulan puasa benar-benar memukul ekonomi rumah tangga sebagian besar rakyat Indonesia. Tambahan pula, beberapa indikator makro ekonomi semakin negatif. Jika tidak hati-hati bisa meningkatkan ketidakstabilan ekonomi," ujar ekonom senior Rizal Ramli di sela-sela buka puasa bersama wartawan, di Jakarta, Senin (22/7).
Berdasarkan data yang ada, neraca pembayaran pada kuartal pertama 2013 mengalimi defisit sebesar US$ -6,6 miliar. Transaksi berjalan yang juga mengalami defisit sebesar US$ -5,3 miliar. Sementara itu, neraca modal defisit sebesar US$ -1,4 miliar. APBN 2013 juga diperkirakan akan mengalami defisit yg lebih besar karena penerimaan pajak pada semester I-2013 tidak tercapai, baru sekitar 42% dari target. Sampai Juni 2013, penerimaan pajak baru Rp 411,39 triliun. Dalam APBN-P 2013, target penerimaan negara dari pajak dipatok Rp 995 triliun.
Menurut capres paling reformis versi Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) itu, seharusnya pemerintah bisa mencegah Indonesia memasuki fase bahaya. Sejak belasan tahun silam, Indonesia selalu mencatat posisi positif untuk sejumlah indikator ekonomi makro. Pada 2007, misalnya, neraca perdagangan mengalami surplus US$39,6 miliar, surplus itu turun menjadi US$26 miliar pada 2011. Kemudian anjlok menjadi US$-1,6 milyar tahun 2012 dan diperkirakan akan anjlok jadi US$-5 milyar tahun 2013.
"Pertanyaannya, kemana saja pemerintah selama ini? Mengapa tidak melakukan langkah-langkah antisipatif ketika dua tahun lalu tampak tanda-tanda peningkatan defisit? Saya prihatin, SBY dan para menteri sibuk kampanye dan memoles citra sehingga lupa dengan tanggung jawab utamanya. Sekali lagi saya mau tanya, apa yang telah dan akan dilakukan untuk mengurangi peningkatan quatro defisit (neraca perdagangan, current accounts, neraca pembayaran, dan defisit fiskal)?" tukas Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid itu.
Akibat indikator-indikator fundamental makro yang merosot, kata Ketua Umum Aliansi Rakyat untuk Perubahan (ARUP) itu, tidak aneh tekanan terhadap rupiah semakin besar. Padahal, bulan lalu Bank Indonesia tiap hari menggelontorkan tidak kurang US$200 juta ke pasar untuk menopang rupiah. Namun, lanjut ekonom senior tersebut, sepanjang fundamental ekonomi tidak dibenahi, langkah itu tidak akan membawa hasil yang optimal. Rizal Ramli melihat sebetulnya masih ada harapan Indonesia keluar dari 'lampu kuning' ini. Caranya, antara lain dengan memanfaatkan momentum kembali terpilihnya Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe untuk kedua kalinya. Lewat Abenomics-nya, Abe berusaha menggenjot ekonomi Jepang dengan mengeluarkan stimulus fiskal dan moneter yang agresif.
"Thailand sudah berhasil memanfaatkan momentum ini. PM Thailand berkunjung ke Jepang dan pulang membawa komitmen investasi Jepang sekitar US$60 miliar. Sayangnya rezim ini tidak bisa memanfaatkan momentum tersebut, karena sudah sangat korup dan terlalu sibuk memoles diri sehingga tidak fokus untuk melayani dan meningkatkan kesejahteraan rakyat," papar Rizal Ramli yang juga capres Paling Ideal versi The President ini.

Jokowi-RR,akrab. Foto atas, Jokowi-RR,Adhie Massardi,Zulkarnain
Ekonomi SBY - Boediono terbukti gagal. Dan teranyar, Menteri BUMN Dahlan Iskan mengungkapkan ada 30 perusahaan milik negara yang mengalami penurunan laba pada semester pertama 2013, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
"Ini rapat sangat intern, tapi ada 30 perusahaan yang labanya lebih kecil dan ada 30 BUMN juga yang berprestasi luar biasa," kata Dahlan di gedung Bank BTN, Senin (22/7/2013).
Menurut Dahlan, BUMN yang mengalami penurunan laba di semester pertama tahun ini diharapkan memperbaiki pada semester kedua. Jadi di akhir tahun dapat membukukan kinerja keuangan yang baik.
"Pokoknya ada 30 BUMN yang labanya kecil, saya belum bisa sebutkan. Kita tanya kenapa tahun ini bisa lebih jelek," ujar Dahlan.
Lebih lanjut Dahlan mengatakan, BUMN yang mengalami laba kecil harus mencari cara guna mendongkrak kinerja keuangannya, dengan melihat peluang dan belajar dari perusahaan plat merah lainnya. "Tadi rapat juga, kita cari kiat-kiatnya agar akhir tahun bisa baik lagi dari tahun sebelumnya," ucap dia. [.(f)
http://www.rimanews.com/read/20130722/111207/dari-sisi-integritas-kapasitas-dan-kapabilitas-duet-jokowi-rizal-ramli-adalah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar