03 Agustus, 2013

Dampak pelanggaran etika penyelenggara pemilu berkepanjangan

Saturday, 03 August 2013 17:36
WASPADA ONLINE


(viva.co.id)

JAKARTA - Pelanggaran etika yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu bukanlah persoalan etika biasa, namun dapat berdampak luas.

Apalagi dalam pelanggaran etika tersebut menyebabkan dilanggarnya hak konstitusional warga negara. Demikian yang disampaikan Koordinator Gerakan Indonesia Bersih, Adhie Massardi saat berbincang, di Jakarta, hari ini.

Pelanggaran etika yang dilakukan penyelenggara pemilu ini dampaknya berkepanjangan, merugikan keuangan negara, kalau pemilu kemudian dinyatakan harus diulang kembali artinya itu uang kita yang dipakai. Ini hanya karena persoalan pelanggaran etika. Belum lagi pelanggaran etika penyelenggara pemilu yang membuat kandidat yang korup bisa masuk leluasa memenangkan pemilu menjadi Gubernur atau bahkan hingga menjadi Presiden,” ujar Adhi.

Sehubungan dengan itu, menurut Adhi, tak cukup apabila pelanggaran etika yang dilakukan penyelenggara pemilu hanya sekedar kena sanksi pemberhentian. Ia menilai, harus ada mekanisme yang lain untuk membuat pelakunya jera. Merujuk kepada persoalan kasus pelanggaran etik KPU Jawa Timur, menurutnya dia persoalannya tidak akan selesai bila hanya menyalahkan KPU.

Siapa yang membuat KPU seperti itu? Bagaimana menjerat aktor selain KPU? Harus ada pasal dan kekuatan hukum yang bisa menjerat aktor-aktor intelektual ini yang biasanya incumbent,” pungkasnya.

Juru Bicara Kepresidenan di Era Gusdur itu pun mengatakan tugas pengawasan itu ada pada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Misalnya, sambung dia, Bawaslu memeriksa dan menyerahkan pelaku yang terlibat korupsi ke kepolisian dan pelanggaran administrasi untuk diserahkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Negara (DKPP).

Pada kesemaptan yang berbeda, Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens mengatakan kejahatan pemilu memang ada dan terjadi dengan modus yang beragam mulai dari hulu hingga hilir.

Ya, kejahatan pemilu itu fakta yang terjadi dimana-mana. Mulai dari penetapan Dapil, dimana penyelenggara terlibat skandal dan menguntungkan partai tertentu hingga kepada kejahatan lewat penipuan suara, pemalsuan surat suara, permainan gambar kertas suara. Itu semua merupakan bentuk-bentuk kejahatan pemilu ketika penyelenggara terlibat,” ucap Boni saat dihubungi.

Lebih lanjut kata dia, bahwa memang ada politik kartel yang ingin menguasai suatu daerah. Ia mencontohkan hal ini terlihat pada apa yang terjadi dari upaya penjegalan bakal pasangan cagub Jatim, Khofifah Indar Parawansa dan Herman S Sumawireja. Menurut dia, di wilayah Jatim memang rentan dengan mafia politik.

Ini jelas pelanggaran Pemilu bukan kesengajaan. Ada kartel politik yang ingin menguasai arus kekuasaan di Jawa Timur. Sutiyoso pernah cerita ke saya, dia pernah ditelefon oleh kandidat yang sangat kuat untuk membeli PKPI dengan Rp70 miliar. Tapi dia tidak mau. Nah, ini fakta bahwa ada kekuatan yang ingin membajak demokrasi di tingkat lokal,” tungkasnya.

(dat03/metronews)

http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=296567:dampak-pelanggaran-etika-penyelenggara-pemilu-berkepanjangan&catid=17:politik&Itemid=30

Tidak ada komentar:

Posting Komentar